Yang Dimaksud Pengertian Asmaul Husna

Pengertian Asmaul Husna  - Al-Asma` Al-Husna ialah nama keagungan (bagi Tuhan), berbuat baik pada siapapun semata-mata untuk meluhurkan Tuh...

A+ A-
Pengertian Asmaul Husna  - Al-Asma` Al-Husna ialah nama keagungan (bagi Tuhan), berbuat baik pada siapapun semata-mata untuk meluhurkan Tuhan.

Kata al-asma ialah bentuk jamak dari kata al-Ism yang biasa diterjemahkan dengan “nama”. Ia berakar dari kata assumu yang berarti ketinggian, atau assimah yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi.

Kata al husna ialah bentuk muanats/feminin dari kata ahsan  yang berarti terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk super latif ini, memberikan bahwa nama-nama tersebut bukan saja baik, tetapi juga yang terbaik bila dibandingkan dengan yang baik lainnya, apakah yang baik dari selainnya itu masuk akal disandangnya atau tidak. Sifat pengasih contohnya ialah baik. Ia sanggup disandang oleh mahluk/manusia, tetapi lantaran bagi  Allah nama yang terbaik, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih mahluk, dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Di sisi lain sifat pemberani, merupakan sifat yang baik di sandang oleh manusia, namun sifat ini tidak masuk akal di sandang oleh Allah kerena keberanian mengandung kaitan dalam substansinya dengan jasmani, sehingga tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbeda dengan sifat kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Kesempurnaan insan ialah kalau ia mempunyai keturunan, tetapi sifat kesempurnaan insan ini, tidak mungkin di sandang-Nya lantaran ini mengakibatkan adanya unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, disamping memberikan kebutuhan, sedang hal tersebut tidak mungkin bagi-Nya.

Pengertian Asmaul Husna

Demikianlah kata  Asmaul Husna  memberikan bahwa nama-Nya ialah nama-nama yang amat sempurna, tidak sedikitpun terkotori oleh kekurangan
.

99 Asma` Allah SWT yakni :

1.  Allah
2.  Ar-rahman
3.  Ar-rahim
4.  Al-malik
5.  Al- qudus
6.  As-salam
7.  Al-mu’min
8.  Al-muhaimin
9.  Al- aziz
10.  Al-jabbar
11.  Al-mutakabbir
12.  Al-khaliq
13.  Al- bari’
14.  Al-mushawwir
15.  Al-ghafar
16.  Al-qahhar
17.  Al-wahhab
18.  Ar-razzaq
19.  Al-fattah
20.  Al-alim
21.  Al-qabith
22.  Al-basith
23.  Al-khafidh
24.  Ar-rafi’
25.  Al-muiz
26.  Al-Muzil
27.  As-sami’
28.  Al-bashir
29.  Al-hakam
30.  Al-adel
31.  Al-lathif
32.  Al-khabir
33.  Al-halim
34.  Al-azhim
35.  Al-ghafur
36.  As-syakur
37.  Al-aliy
38.  Al-kabir
39.  Al-hafidz
40.  Al-muqit
41.  Al-hasib
42.  Al-jalil
43.  Al-karim
44.  Ar-rakib
45.  Al- mujib
46.  Al- wasi’
47.  Al-hakim
48.  Al-wadud
49.  Al-majid
50.  Al- ba’ist
51.  Asy-syahid
52.  Al-haq
53.  Al-wakil
54.  Al-qawiy
55.  Al-matin
56.  Al waliy
57.  Al-hamid
58.  Al-muhsyiy
59.  Al-mubdiu
60.  Al-mu’id
61.  Al-muhyiy
62.  Al-mumit
63.  Al-hay
64.  Al-qayyum
65.  Al-wajid
66.  Al-majid
67.  Al-wahid
68.  Al-ahad
69.  As-shamad
70.  Al-qadir
71.  Al-muqtadir
72.  Al-muqaddim
73.  Al-muakhir
74.  Al-awwal
75.  Al-akhir
76.  Al-zahir
77.  Al-bathin
78.  Al-waliy
79.  Al-muta’al
80.  Al-barr
81.  Al-tawwab
82.  Al-muntaqim
83.  Al-afuw
84.  Ar-rauf
85.  Malikalmulk,
86.  Zuljalal Wal ikram
87.  Al-muqsith
88.  Al-lami’
89.  Al-ghaniy
90.  Al-mughniy
91.  Al-mani’
92.  Al-dhar
93.  An-nafi’
94.  An-nur
95.  Al-hadiy
96.  Al-badi’
97.  Al-baqiy
98.  Al-warist
99.  Ar-rasyid
100. As-shabur

Diterangkan dalam tafsir al-Misbah, tolong-menolong Fakhruddin Arrozi membuktikan dalam tafsirnya  mengklasifikasikan nama-nama Allah dalam beberapa kategori, diantaranya :Nama yang boleh juga disandang oleh makhluk (tetntunya dengan kapasitas dan substansial yang berbeda), menyerupai Karim, Rahim, Aziz, Latif, Kabir, Khaliq. Sedangkan nama yang dihentikan disandang oleh makhluk, yakni “Allah” dan “Ar-Rohman”.

Dalam buku Menyingkap Tabir Illahi karangan M. Qursh sihab menjelaskan tolong-menolong nama-nama Allah terbagi beberapa Katagori, yaitu :

Pertama; a) nama yang juga di sandang oleh makhluk (tetapi tentunya dengan kapasitas dan substansi yang berbeda) menyerupai “Karim, Rahim, Aziz, Lathif, Kabir, Khaliq, dan b) nama yang dihentikan di sandang makhluk, yakni  Allah dan Ar-Rahman. Bagian pertamapun bila di sertai dengan bentuk superlatif, atau kalimat tertentu, maka ia dihentikan di sandang kecuali oleh Allah, menyerupai misalnya:  Arhamur Rahimin  (Yang sebesar-besar pengasih), Akramul Akramin (Yang paling mulia kemuliaan-Nya), Khaliqus Samawati Wal Ardh (Pencipta langit dan bumi).

Kedua; nama-nama yang boleh disebut sendiri seperti  Allah, Rahman Rahim, Karim  dan sebagainya, ada juga yang dihentikan disebut kecuali berangkai. Tidak boleh menyebut  “Mumit”  (Yang mematikan) atau  “Ad-Dhar”  (Yang menimpakan mudharrat) saja, tetapi harus berangkai dengan  Muhyi  sehingga diucapkan “Muhyi Wa Mumit” ( Yang menghidupkan dan yang mematikan ) dan “Ya Dhar, Ya Nafi’” ( Wahai Yang menimpakan mudharrat dan menganugerahkan manfaat ).

Dalam hal ini peneliti ingin menjabarkan beberapa uraian sedikit tentang, makna nama-nama Allah diatas.

Semisal kata  Allah, Allah ialah nama Tuhan yang paling populer. Para ulama` berbeda pendapat menyangkut lafal mulia ini, apakah ia termasuk Asma` AlHusna atau tidak. Yang tidak memasukanya beralasan bahwa Asma` AlHusna ialah nama / sifat Allah. Bukankah yang maha Mulia itu sendiri mneyatakan dalam kitab-Nya, bahwa “Walillahi Asmaul Husna/ Milik Allah nama-nama yang terindah”?, lantaran Asmaul Husna nama / sifat Allah, maka tentu saja kata “Allah” bukan termasuk didalamnya. Tetapi ulama` lain beropini bahwa kata tersebut sedemikian Agung, bahkan yang teragung, sehingga, tidaklah masuk akal kalau ia tidak termasuk Asma` AlHusna. Tidak ada halangan berdasarkan mereka manjadikan lafal “Allah” sebagai salah satu dari Asma` AlHusna, bukankah allah juga nama-Nya yang terindah? Bahkan apabila Anda berkata “Allah”, maka apa yang Anda ucapkan itu telah mencakup  semua nama-Nya yang lain.

Ar-Rahman  dan  Ar-Rahim  ialah dua nama Allah yang amat dominan, lantaran kedua nama inilah yang ditempatkan menyusul penyebutan nama Allah. Ini pula agaknya, yang menjadi alasannya ialah sehingga Nabi Saw melukiskan setiap pekerjaan yang  tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanir Rahim  ialah buntung, hilang berkatnya. Basmalah yang diperintahkan itu mengandung dalam kalimatnya kedua nama tersebut, dan dengan susunan penyebutan sifat Allah menyerupai dikemukakan di atas.

Didalam  Alqur’an kata  Ar-Rahman terulang sebanyak 57 kali, sedangkan Ar-Rahim sebanyak 95 kali

Setelah Ar-Rahman dan Ar-Rahim, sifat Allah yang menyusul keduanya adalah  Al-Malik,  yang secara umum diartikan  raja  atau penguasa.  Penempatan susunannya sepertiini sejalan dengan penempatannya dalam sekian banyak ayat Al-qur’an, antara lain pada surah Al-Fatihah dan Al-Hasyer. Rahmat yang dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya dan yang dilukiskan dengan kata Rahman disebabkan lantaran dia  –Rahim, mempunyai sifat rahmat yang menempel pada diri-Nya. Tetapi lantaran siapa yang mempunyai sifat rahmat, belum tentu mempunyai kekuasaan, maka sifat keempat yang ditonjolkan untuk dibaca ialah sifat Malik, yakni kekuasaan dan kerajaan serta kepemilikan. Kata “Malik” terdiri dari huruf-huruf  mim, lam  dan  kaf    yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Kata itu pada mulanya berarti ikatan danpenguatan. Kata ini terulang did ala Al-qur’an sebanyak lima kali.

Al-Malik  mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihannya. “Malik” yang biasa diterjemahkan dengan raja ialah “yang menguasai dan menangani perintah dan larangan, anugerah dan pencabutan” dan lantaran itu biasanya kerajaan terarah kepada manusia, tidak kepada barang yang sifatnya tidak sanggup mendapatkan perintah dan larangan. Salah satu kata “Malik” dalam Alqur’an ialah yang terdapat dalam surah An-Nas yakni, “Malikin naas” ( raja insan ).

Dalam Alqur’an gejala kepemilikan kerajaan ialah kehadiran banyak pihak kepada-Nya untuk bermohon biar dipenuhi kebutuhannya atau untuk memberikan persoalan-persoalan besar biar sanggup tertanggulangi. Allah SWT melukiskan betapa Yang Maha Kuasa itu melayani kebutuhan makhluknya. Firman-Nya;

“Al-Quddus” atau ada juga yang membacanya “Al-Quddus” ialah kata yang mengandung makna kesucian. Azzajjaj seorang pakar bahasa mengemukakan dalam bukunya  “Al-Asma’ AlHusna”  bahwa ada yang memberikan kepadanya bahwa kata “quddus” tidak terambil dari akar kata berbahasa Arab, tetapi dari bahasa Suryani yang pada mulanya ialah “Qadsy”  dan diucapkan dalam doa  “Qaddisy”,  kemudian beralih ke bahasa Arab menjadi ”Qaddus” atau “Quddus” pendapat ini tidak didukung oleh banyak ulama, antara lain lantaran kata tersebut sanggup dibuat dalam aneka macam bentuk (kata kerja masa kini, lalu, perintah dan lain-  lain). Sedangkan berdasarkan para pakar, satu kata yang sanggup di bentuk dengan aneka macam bentuk maka ia ialah kata orisinil berbahasa arab.

Karena raja yang dikenal dalam kehidupan duniawi tidak luput dari kesalahan, bahkan tidak jarang melaksanakan pengrusakan bahkan kekejaman sesuai firman-Nya dalam Q.s. An-Naml 27:34;  “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki satu negri (tidak jarang) mereka merusaknya dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina”. Maka disini –demikian juga dalam susunan penyebutannya dalam Q.s. Al-  Hasyr 59: 23 kata “Quddus” yang mengandung makna kesucian itu disebut menyusul kata “malik” untuk memberikan kesempurnaan kerajaan-Nya sekaligus menampik  adanya kesalahan pengrusakan atau kekejaman dari  –Nya , lantaran kekuddusan –seperti tulis Albiqa’iy dalam tafsirnya “Nazem Addurar” ,adalah “kesucian yang tidak mendapatkan perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji dengan langgengnya sifat kekudusan itu”.

Al-Mukmin  terambil dari akar kata  “amina”.  Semua kata yang terdiri dari huruf-  huruf  alif, mim, dan nun,  mengandung arti “pembenaran” dan “ketenangan hati”. Seperti antara lain  “iman”, “amanah” dan “aman”. Amanah ialah lawan dari khianat yang melahirkan ketenangan batin, serta rasa kondusif lantaran adanya pembenaran dan kepercayaan terhadap sesuatu; sedang kepercayaan ialah pembenaran hati dan kepercayaan terhadap sesuatu.

Agama mengajarkan bahwa amanat / kepercayaan ialah asas keimanan, berdasarkan hadist,  “(Tiada kepercayaan bagi yang tidak mempunyai amanah”.  Selanjutnya amanah yang merupakan lawan dari khianat ialah sendi utama interaksi. Amanah tersebut membutuhkan kepercayaan dan kepercayaan itu melahirkan sakinah (ketenangan batin), selanjutnya  ini melahirkan keyakinan.

Related

Agama 2919985054694193015

Technology

Hot in week

Recent

Comments

item