Yang Dimaksud 7 Pengertian Zuhud Berdasarkan Ahli

Pengertian Zuhud - Lois Ma’luf menjelaskan bahwa arti zuhud berasal dari bahasa arab zahada artinya  raghaba ‘anhu wataraka (benci dan menin...

A+ A-
Pengertian Zuhud - Lois Ma’luf menjelaskan bahwa arti zuhud berasal dari bahasa arab zahada artinya  raghaba ‘anhu wataraka (benci dan meninggalkan sesuatu). Zahada fi-Ad-Dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Orang yang melaksanakan zuhud disebut zahid, zuhhad, atau zahidun. Zahidah jamaknya zuhdan, artinya kecil atau sedikit.

Abdul Halim Hasan dalam kitabnya At-Tasauf fi Asy-syi’ri Al-Arabi, mengatakan: “Adapun zuhud berdasarkan bahasa materinya tidak berkepentingan. Dikatakan pada sesuatu apabila tidak tamak padanya. Adapun sasarannya ialah dunia, dikatakan pada seseorang jikalau dia menarik diri untuk tekun beribadah dan menghindarkan diri dari impian menikmati kelezatan hidup ialah zuhud pada dunia. Inilah makna agamis dari pada zuhud.”

Berbicara wacana arti zuhud secara terminologis, maka tidak sanggup dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai cuilan yang tidak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes. Apabila tasawuf  diartikan adanya kesadaran dan komunikasi pribadi antara insan dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu stasiun (maqam) menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya.

Pengertian Zuhud

Zuhud sesuai dengan pandangan sufi, hawa nafsu duniawilah yang menjadi sumber kerusakan moral manusia. Sikap kecenderungan seseorang kepada hawa nafsu menjadikan kebrutalan dalam mengejarkepuasan nafsunya. Dorongan jiwa yang ingin menikmati kehidupan duniawi akan menimbulkan kesenjangan antara insan dengan Allah. Agar terbebas dari godaan dari imbas hawa nafsunya, insan harus bersikap hati-hati terhadap dunia. Iaharus zuhud terhadap dunia, yaitu meninggalkan kehidupan duniawi dan melepaskan diri dari imbas materi.

Telah terjadi pemahaman dan penafsiran yang bermacam-macam terhadap zuhud. Namun secara umum zuhud sanggup diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. Sampai di mana batas pelepasan diri dari rasa ketergantungan itu? Para sufi berlainan pendapat dalam menjawabnya. Di bawah ini ialah tokoh-tokoh Islam yang penulis ambil dari beberapa pendapat mengenai zuhud di antaranya adalah:
1.  Al-Qusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap mendapatkan rizki yang diterimanya. Jika makmur, ia tidak merasa besar hati dan gembira. Namun apabila miskin, ia pun tidak bersedih karenanya.

2.  Lain halnya dengan pendapat Hasan al-Bashri yang menyampaikan bahwa zuhud itu meninggalkan kehidupan dunia, lantaran dunia ini tidak ubahnya menyerupai ular, licin apabila dipegang, tetapi racunnya sanggup membunuh.

3.  Harun Nasution menyampaikan bahwa zuhud ialah meninggalkan dunia dan hidup kematerian, alasannya ialah dunia dipandang sebagai  hijab (penghalang) antara sufi dan Tuhan.

4.  Sufyan Ats Tsauri mengartikan zuhud dengan pendeknya lamunan, tidak sekedar makan yang tidak bergizi, dan berpakaian yang kumal, tidak merasa berbangga terhadap kemewahan dunia yang telah ada di tangannya dan tidak merasa bersedih dengan hilangnya kemewahan tadi dari tangannya.

5.  Berkaitan dengan zuhud, Diwan Abi Nuwas menjelaskannya dalam bentuk puisi sebagaimana yang tertulis di bawah ini: “Begitu kau senang terhadap dunia ini maka hanya kepahitan hidup yang kau dapatkan. Apakah kau tidak tahu wacana hakikat dunia yang awalnya bening dan kesudahannya keruh (asin dan pahit)”.

6.  Al-Ghazali, misalnya, mengartikan zuhud sebagai sikap mengurangi keterkaitan kepada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan penuh kesadaran. Zuhud didefinisikan sebagai tidak adanya perbedaan antara kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kehinaan, kebanggaan atau celaan, lantaran keakrabannya dengan Tuhan. Al-Ghazali menyebut tiga tanda zuhud. Pertama, tidak bergembira dengan yang ada dan tidak bersedih lantaran ada yang hilang. Kedua, sama saja baginya orang yang mencela dan orang yang memujinya. Yang pertama ialah tanda zuhud dalam harta, sedangkan yang kedua tanda zuhud dalam kedudukan. Ketiga, hendaknya ia bersama Allah dan hatinya lebih didominasi oleh lezatnya ketaatan dan cinta Allah.

7.  Dan yang terakhir ini ialah pendapat dari seorang zahid wanita yang sangat mengasihi Tuhannya, yaitu Rabi’ah al-Adawiyah. Ciri kezuhudannya ialah al-mahabbah(cinta). Menurut para sufi,  al-mahabbah ialah suatu tingkatan tertinggi dalam tasawuf, lantaran mahabbah yang sejati itu tidak mengenal pamrih. Hal ini telah dibuktikan oleh Rabi’ah sendiri bahwa pengabdiannya kepada Tuhan bukan lantaran takut neraka dan ingin sorga-Nya, akan tetapi semata-mata cinta pada-Nya.

Itulah beberapa pendapat dari para tokoh Islam, dan kendati pun zuhud didefinisikan dengan redaksi yang berbeda, tetapi inti dan tujuan zuhud sama, yaitu tidak menjadikan kehidupan dunia sebagai tujuan akhir.Dunia harus ditempatkan sebagai sarana dan dimanfaatkan secara terbatas dan terkendali. Jangan hingga kenikmatan duniawi mengakibatkan susutnya waktu dan perhatian kepada tujuan yang sebenarnya, yaitu kebahagiaan yang awet di hadirat Ilahi.

Dalam kamus besar ilmu pengetahuan dijelaskan bahwa zuhud merupakan tindakan meninggalkan sesuatu yang disayangi dan kemewahan duniawi seraya mengarahkan diri kepada dunia spiritual dan kebahagiaan akhirat. Seorang yang zuhud  seharusnya hatinya tidak terbelenggu atau hatinya tidak terikat oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Dan tidak menjadikannya sebagai tujuan. Hanya sarana untuk mencapai derajat ketakwaan yang merupakan bekal untuk akhirat.

Sedangkan berdasarkan pendapat penulis sendiri bahwa zuhud itu ialah sikap yang harus diambil dan wajib dipraktekkan oleh setiap insan yang beriman, sehingga dalam kehidupannya akan muncul sifat-sifat yang terpuji. Dan perlu penulis ingatkan kembali bahwa hidup ini hanyalah sebentar, jadi janganlahmengedepankan kehidupan duniawi yang sifatnya fana ini. Jika hawa nafsu sudah sanggup dikendalikan maka fasilitas untuk mendekatkan diri kepada Allah akan sanggup tercapai.

Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 77, yang Artinya: “Katakanlah, ‘kesenangan dunia ini hanya sebentar dan alam abadi itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. An-Nisa’: 77)

Karena itu, di dalam bukunya yang berjudulTasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia Modern, M. Amin Syukur mengutip salahseorang tokoh sufi yang berjulukan Yahya bin Mu’adz, dia menyatakan bahwa sifat zuhud akan melahirkan kedermawanan. Zuhud digambarkan oleh al-Qur’an, surat al-Hadid ayat 23 Artinya: “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kau jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kau jangan terlalu gembira terhadap apa yang telah diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Zuhud ialah instrumen terbaik dalam menyikapi dunia. Zuhud tidak identik dengan melarat. Bahkan, dalam sebuah riwayat dikatakan, bahwa orang yang berimanlah yang berhak mempunyai dunia. “Zahid ialah orang yang mempunyai dunia dan tidak dimiliki dunia,” demikian tegas Ali bin Abi Thalib. Yang kerap terjadi ialah kita dikontrol dunia, bukan kita yang mengontrol dunia. Itulah yang dikecam Islam. Dan kita maklum, lantaran sikap demikianlah yang pada gilirannya sanggup mengkondisikan orang yang berwatak tamak, rakus, dan egois, sebagaimana disinyalir dalam Al-Qur’an surat Al-Takatsur ayat 1-3.

Orang yang enggan menyunting zuhud dalam hidupnya, hakikatnya telah menjadi budak hawanafsunya. Padahal, “Hawa nafsu ialah musuh akal,” ujar Imam Ja’far Al-Shadiq.

Salah satu kiat biar kita sanggup hidup zuhud ialah dengan melazimkan muraqabah (mawas diri) dan muhasabah(introspeksi), di samping selalu memagari diri dari serbuan hawa nafsu dunia yang datangdari tiga penjuru: kesenangan (lahwun), permainan (la’bun), dan kesia-siaan (‘abats).

Muhasabah merupakan kunci bagi sejenis penahanan diri yang dikemukakan oleh Hasan al-Basri, di mana orang yang beribadah berusaha menghindari semua yang mungkin bertentangan dengan aliran Allah dalam bentuk kata-kata atau perbuatan dengan hati atau anggota-anggota tubuh dan menolak segala hal yang mungkin menjadikan murka-Nya.

Asep Salahudin mengutip pendapatnya Al-Fudhail yang dilaporkan berkata, “Allah menunjukkan segenap keburukan dalam sebuah rumah tangga dan alasannya ialah utamanya ialah cinta dunia. Allah juga menjadikan segenap kebaikan dalam sebuah rumah tangga dan alasannya ialah utamanya ialah zuhud dari dunia.”

Related

Agama 275991955143399439

Technology

Hot in week

Recent

Comments

item