Yang Dimaksud Pengertian Independensi Auditor
Pengertian Independensi Auditor - Independensi berdasarkan standar umum SA seksi 220 dalam SPAP standar ini mengaruskan auditor bersikap in...
https://tutorialcarapintar.blogspot.com/2019/02/yang-dimaksud-pengertian-independensi.html
Pengertian Independensi Auditor - Independensi berdasarkan standar umum SA seksi 220 dalam SPAP standar ini mengaruskan auditor bersikap independen, artinya tidak gampang dipengaruhi, oleh karena itu ia melaksanakan pekerjaanya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal ia praktik sebagai auditor intern).
Sikap independensi yaitu faktor yang sangat penting dalam audit. Hal senada juga dinyatakan dalam penelitian Sucher et.al. dalam Mahdi Salehi yaitu sebagai berikut: “one of the key factors of the auditor’s is independence, without independence users of financial statements cannot rely on the auditors report. In short, the external system of audit, with its simpulan product, the audit opinion, adds credibility to the financial statements so that users can rely on the information presented and, as a result, the entire system of financial reporting enchanced”.
Maksud dari klarifikasi di atas yaitu independensi merupakan salah satu kunci dari auditor. Singkatnya, independensi bisa meningkatkan kredilibiltas laporan keuangan sehingga pengguna sanggup mengandalkan gosip yang disajikan dan seluruh pengguna sanggup mengandalkan gosip yang disajikan dan seluruh sistem pelaporan keuanganpun akan ikut meningkat.
Pengertian Independensi berdasarkan Sukrisno Agoes yaitu sebagai berikut: “Independensi mencerminkan perilaku tidak memihak serta tidak dibawah dampak atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil tindakan dan keputusan”.
Adapun pengertian Independensi menurut Arens dkk dalam Amir Abadi Jusuf yaitu sebagai berikut: Independesi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam melaksanakan pengujian audit, penilaian atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit”.
Independensi merupakan salah satu karakteristik terpenting bagi auditor dan merupakan dasar dari prinsip integritas dan objektivitas. Alasan banyaknya pengguna laporan keuangan yang tersedia mengandalkan laporan keuangan alasannya yaitu ekspetasi mereka atas sudut pandang yang tidak biasa dari auditor.
Menurut Ruchjat Kosasih dalam Nike Rimawati ada empat jenis resiko yang sanggup merusak independensi akuntan publik, yaitu:
a. “Self interest risk, yang terjadi apabila akuntan publik mendapatkan dari keterlibatan keuangan klien.
b. Self review risk, yang terjadi apabila akuntan publik melaksanakan penugasan proteksi jasa keyakinan yang menyangkut keputusan yang dibentuk untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain uang dibentuk untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain yang mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi gosip yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan proteksi jasa keyakinan.
c. Advocacy risk, yang terjadi apabila tindakan akuntan publik menjadi terlalu bersahabat kaitannya dengan kepentingan klien.
d. Client influence risk, yang terjadi apabila akuntan publik memiliki relasi bersahabat yang kontinyu dengan klien, ternasuk relasi pribadi yang sanggup mengakibatkan intimidasi oleh atau keramah tamahan (familiarity) yang berlebihan dengan klien”.
Menurut Sukrisno Agoes menyatakan bahwa independensi auditor yaitu sebagai berikut:“Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus dalam penampilan. Independensi dalam fakta (independence in fact) ada bila auditor benar-benar bisa mempertahankan perilaku yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan (independence in appearance) yaitu hasil dari interprestasi lain atas independensi ini. Jika auditor independen dalam fakta tetapi pemakai yakin bahwa mereka menjadi penasihat untuk klien, sebagian besar nilai dari fungsi audit telah hilang”.
Independensi merupakan salah satu komponen moral yang harus dijaga oleh akuntan publik. Hasil penelitian Pany dan Reckers dalam M. Nizarul Alim, Trisni Hapsari, dan Liliek Purwanti, menandakan bahwa hadiah meskipun jumlahnya seedikit besar lengan berkuasa signifikan terhadap independensi auditor. independensi berarti akuntan publik tidak gampang dipengaruhi, alasannya yaitu ia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada administrasi dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Sikap mental independensi tersebut mencakup independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
Secara mendalam Mautz dan Sharaf mengemukakan dimensi dari independensi dalam Theodorus M. Tuanakota yaitu sebagai berikut:
1. Programming Independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau dampak orang lain, contohnya dalam bentuk pembatasan) untuk menentukan teknik dan mekanisme audit, dan beberapa dalamnya teknik dan mekanisme itu diterapkan.
2. Investigative Independence adalah kebebasan (seperti diartikan diatas) untuk menentukan area,kegiatan,hubungan pribadi, dan kebijakan manajerial yang akan diperiksa, ini berarti, dihentikan ada sumber gosip yang legitimate (sah) yang tertutup bagi auditor.
3. Reporting Independence adalah kebebasan (seperti diartikan diatas) untuk menyajikan fakta yang terungkap dari investigasi atau pemberi rekomendasi atau opini sebagai hasil pemeriksaan”.
Dimensi-dimensi dari independensi kemudian dikembangkan berdasarkan petunjuk yang mengidentifikasi apakah ada pelanggaran atas independensi. Menurut Mautz dan Sharaf dalam Theodorus M. Tuanakota adalah sebagai berikut:
1. “Programming Independence
a) Bebas dari tekanan atau intervensi manajerial atau fiksi yang dimaksudkan untuk menghilangkan (eliminate), menetukan (specify), atau mengubah (modify) apapun dalam audit.
b) Bebas dari intervensi apapun atau dari perilaku tidak kooperatif yang berkenaan dengan penerapan mekanisme audit yang dipilih.
c) Bebas dari upaya pihak luar yang memaksakan pekerjaan audit itu direviu diluar batas-batas kewajaran dalam proses audit.
2. Investigative Independence
a) Akses pribadi dan bebas atas seluruh buku,catatan,pimpinan, pegawai perusahaan, dan sumber gosip lainnya mengenai acara perusahaan, kewajibannya, dan sumber-sumbernya.
b) Kerjasama yang aktif dari pimpinan perusahaan selama berlangsungnya acara audit.
c) Bebas dari upaya pimpinan perusahaan untuk menugaskan atau mengatur acara yang harus diperiksa atau menentukan sanggup diterimanya suatu evidential matter (sesuatu yang memiliki nilai pembuktian).
d) Bebas dari kepentingan atau relasi pribadi yang akan menghilangkan atau membatasi investigasi atas kegiatan, catatan, atau orang yang seharusnya masuk dalam lingkup pemeriksaan.
3. Reporting Independence
a) Bebas dari perasaan loyal kepada seseorang atau merasa berkewajiban kepada seseorang untuk mengubah dampak dari fakta yang dilaporkan, dan memasukannya
b) Menghindari praktik untuk mengeluarkan hal-hal penting dari laporan formal, dan memasukannya kedalam laporan gosip dalam bentuk apapun.
c) Menghindari penggunaan bahasa yang tidak jelas(kabur,samar-samar) baik yang disengaja maupun tidak dalam pernyataan fakta,opini, dan, rekomendasi, dan dalam interpretasi.
d) Bebas dari upaya untuk memveto judgement auditor mengenai apa yang seharusnya masuk dalam laporan audit, baik yang bersifat fakta maupun opini”.
Sikap independensi yaitu faktor yang sangat penting dalam audit. Hal senada juga dinyatakan dalam penelitian Sucher et.al. dalam Mahdi Salehi yaitu sebagai berikut: “one of the key factors of the auditor’s is independence, without independence users of financial statements cannot rely on the auditors report. In short, the external system of audit, with its simpulan product, the audit opinion, adds credibility to the financial statements so that users can rely on the information presented and, as a result, the entire system of financial reporting enchanced”.
Maksud dari klarifikasi di atas yaitu independensi merupakan salah satu kunci dari auditor. Singkatnya, independensi bisa meningkatkan kredilibiltas laporan keuangan sehingga pengguna sanggup mengandalkan gosip yang disajikan dan seluruh pengguna sanggup mengandalkan gosip yang disajikan dan seluruh sistem pelaporan keuanganpun akan ikut meningkat.
Pengertian Independensi berdasarkan Sukrisno Agoes yaitu sebagai berikut: “Independensi mencerminkan perilaku tidak memihak serta tidak dibawah dampak atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil tindakan dan keputusan”.
Adapun pengertian Independensi menurut Arens dkk dalam Amir Abadi Jusuf yaitu sebagai berikut: Independesi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam melaksanakan pengujian audit, penilaian atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit”.
Independensi merupakan salah satu karakteristik terpenting bagi auditor dan merupakan dasar dari prinsip integritas dan objektivitas. Alasan banyaknya pengguna laporan keuangan yang tersedia mengandalkan laporan keuangan alasannya yaitu ekspetasi mereka atas sudut pandang yang tidak biasa dari auditor.
Auditor |
Menurut Ruchjat Kosasih dalam Nike Rimawati ada empat jenis resiko yang sanggup merusak independensi akuntan publik, yaitu:
a. “Self interest risk, yang terjadi apabila akuntan publik mendapatkan dari keterlibatan keuangan klien.
b. Self review risk, yang terjadi apabila akuntan publik melaksanakan penugasan proteksi jasa keyakinan yang menyangkut keputusan yang dibentuk untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain uang dibentuk untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain yang mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi gosip yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan proteksi jasa keyakinan.
c. Advocacy risk, yang terjadi apabila tindakan akuntan publik menjadi terlalu bersahabat kaitannya dengan kepentingan klien.
d. Client influence risk, yang terjadi apabila akuntan publik memiliki relasi bersahabat yang kontinyu dengan klien, ternasuk relasi pribadi yang sanggup mengakibatkan intimidasi oleh atau keramah tamahan (familiarity) yang berlebihan dengan klien”.
Menurut Sukrisno Agoes menyatakan bahwa independensi auditor yaitu sebagai berikut:“Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus dalam penampilan. Independensi dalam fakta (independence in fact) ada bila auditor benar-benar bisa mempertahankan perilaku yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan (independence in appearance) yaitu hasil dari interprestasi lain atas independensi ini. Jika auditor independen dalam fakta tetapi pemakai yakin bahwa mereka menjadi penasihat untuk klien, sebagian besar nilai dari fungsi audit telah hilang”.
Independensi merupakan salah satu komponen moral yang harus dijaga oleh akuntan publik. Hasil penelitian Pany dan Reckers dalam M. Nizarul Alim, Trisni Hapsari, dan Liliek Purwanti, menandakan bahwa hadiah meskipun jumlahnya seedikit besar lengan berkuasa signifikan terhadap independensi auditor. independensi berarti akuntan publik tidak gampang dipengaruhi, alasannya yaitu ia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada administrasi dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Sikap mental independensi tersebut mencakup independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
Secara mendalam Mautz dan Sharaf mengemukakan dimensi dari independensi dalam Theodorus M. Tuanakota yaitu sebagai berikut:
1. Programming Independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau dampak orang lain, contohnya dalam bentuk pembatasan) untuk menentukan teknik dan mekanisme audit, dan beberapa dalamnya teknik dan mekanisme itu diterapkan.
2. Investigative Independence adalah kebebasan (seperti diartikan diatas) untuk menentukan area,kegiatan,hubungan pribadi, dan kebijakan manajerial yang akan diperiksa, ini berarti, dihentikan ada sumber gosip yang legitimate (sah) yang tertutup bagi auditor.
3. Reporting Independence adalah kebebasan (seperti diartikan diatas) untuk menyajikan fakta yang terungkap dari investigasi atau pemberi rekomendasi atau opini sebagai hasil pemeriksaan”.
Dimensi-dimensi dari independensi kemudian dikembangkan berdasarkan petunjuk yang mengidentifikasi apakah ada pelanggaran atas independensi. Menurut Mautz dan Sharaf dalam Theodorus M. Tuanakota adalah sebagai berikut:
1. “Programming Independence
a) Bebas dari tekanan atau intervensi manajerial atau fiksi yang dimaksudkan untuk menghilangkan (eliminate), menetukan (specify), atau mengubah (modify) apapun dalam audit.
b) Bebas dari intervensi apapun atau dari perilaku tidak kooperatif yang berkenaan dengan penerapan mekanisme audit yang dipilih.
c) Bebas dari upaya pihak luar yang memaksakan pekerjaan audit itu direviu diluar batas-batas kewajaran dalam proses audit.
2. Investigative Independence
a) Akses pribadi dan bebas atas seluruh buku,catatan,pimpinan, pegawai perusahaan, dan sumber gosip lainnya mengenai acara perusahaan, kewajibannya, dan sumber-sumbernya.
b) Kerjasama yang aktif dari pimpinan perusahaan selama berlangsungnya acara audit.
c) Bebas dari upaya pimpinan perusahaan untuk menugaskan atau mengatur acara yang harus diperiksa atau menentukan sanggup diterimanya suatu evidential matter (sesuatu yang memiliki nilai pembuktian).
d) Bebas dari kepentingan atau relasi pribadi yang akan menghilangkan atau membatasi investigasi atas kegiatan, catatan, atau orang yang seharusnya masuk dalam lingkup pemeriksaan.
3. Reporting Independence
a) Bebas dari perasaan loyal kepada seseorang atau merasa berkewajiban kepada seseorang untuk mengubah dampak dari fakta yang dilaporkan, dan memasukannya
b) Menghindari praktik untuk mengeluarkan hal-hal penting dari laporan formal, dan memasukannya kedalam laporan gosip dalam bentuk apapun.
c) Menghindari penggunaan bahasa yang tidak jelas(kabur,samar-samar) baik yang disengaja maupun tidak dalam pernyataan fakta,opini, dan, rekomendasi, dan dalam interpretasi.
d) Bebas dari upaya untuk memveto judgement auditor mengenai apa yang seharusnya masuk dalam laporan audit, baik yang bersifat fakta maupun opini”.