Yang Dimaksud Pengertian Konsumen
Pengertian Konsumen - Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/konsument (Belanda). P...
https://tutorialcarapintar.blogspot.com/2019/02/yang-dimaksud-pengertian-konsumen.html
Pengertian Konsumen - Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumeratau consumentitu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata consumeritu ialah “(lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang”. Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumersebagai pemakai atau konsumen.
Ketentuan umum Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa: “Konsumen ialah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Didalam kepustakaan ekonomi dikenal adanya dua konsumen, yaitu konsumen selesai dan konsumen antara. Konsumen selesai ialah pengguna atau pemanfaat selesai dari suatu produk, sedangkan konsumen antara ialah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bab dari proses produksi suatu produk lainnya. Dalam UUPK, konsumen yang dimaksud ialah konsumen akhir.
Menurut Shidarta Sejumlah catatan sanggup diberikan terhadap unsur-unsur definisi konsumen, konsumen adalah:
1. Setiap orang.
Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah orang bergotong-royong menjadikan keraguan apakah hanya, orang individual (naturlijke persoon) atau termasuk juga tubuh aturan (rechtpersoon). Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk pelaku usaha dalam pasal 1 angka (3) yang secara eksplisit membedakankedua pengertian persoon diatas, dengan menyebutkan kata-kata ”orang perseorangan atau tubuh usaha”. Tentu yang paling tidak sempurna membatasi pengertian konsumen sebatas pada orang persorangan, namun harus meliputi juga tubuh usaha dengan makna lebih luas daripada tubuh hukum.
Undang Undang Perlindungan Konsumen sepertinya berusaha menghindari penggunaan kata Produsen sebagai lawan kata dari Konsumen. Untuk itu digunakan kata Pelaku Usaha yang bermakna lebih luas. Istilah terakhir ini dipilih untuk memberi arti sekaligus bagi kreditur (penyedia dana), produsen, penyalur, penjual, dan terminologi lain yang lazim diberikan. Bahkan untuk kasus-kasus yang spesifikseperti dalam kasus periklanan, pelaku usaha ini juga meliputi perusahaan media, kawasan iklan itu ditayangkan.
2. Pemakai.
Sesuai dengan suara klarifikasi Pasal 1 Angka (2) Undang Undang Perlindungan Konsumen, kata Pemakai menekankan, konsumen ialah konsumen akhir. Istilah pemakai dalam hal ini sempurna digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus memperlihatkan barang dan/atau jasa yang digunakan tidak serta merta hasil daritransaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memperlihatkan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Konsumen memang tidak sekedar pembeli, tetapi semua orang (orang perseorangan atau tubuh usaha) yangmengkonsumsi jasa dan/atau barang. Makara yang paling penting terjadinyasuatu transaksi konsumen berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.
3. Barang dan/atau Jasa.
Undang Undang Perlindungan Konsumenmengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik sanggup dihabiskan maupun tidak sanggup dihabiskan, yang sanggup untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Sementara itu jasa diartikan sebagai layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagimasyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian disediakan bagimasyarakat menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya, pihak yang ditawarkan harus lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layananyang bersifat khusus dan individual, tidak tercakup dalam pengertian tersebut.
Kata-kata ditawarkan kepada masyarakat itu harus ditafsirkan sebagai bab dari suatu transaksi konsumen. Artinya, seseorang yang lantaran kebutuhan mendadak kemudian menjual rumahnya kepada orang lain, tidak sanggup dikatakan perbuatannya itu sebagai transaksi konsumen. Si pembeli tidak sanggup dikatakan konsumen berdasarkan Undang Undang Perlindungan Konsumen.
4. Yang tersedia dalam masyarakat.
Barang dan/ atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. Dalam perdagangan yang makin kompleks berilmu balig cukup akal ini syarat itu tidak mutlak lagi dituntutoleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah sanggup mengadakan transaksi terlebih dahulusebelum bangunannya jadi.
5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain.
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup orang lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/ataujasa itu diperuntukan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, menyerupai binatang dan tumbuhan. Dan sisi teori kepentingan setiap tindakan insan ialah bab dari kepentingannya. Oleh lantaran itu, penguraian unsur itu tidak menambah makna apa-apa, lantaran intinya tindakan menggunakan suatu barang dan/atau jasa juga tidak terlepas dari kepentingan pribadi.
6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa digunakan dalam peraturan pemberian konsumen di aneka macam negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas menyerupai itu.
Peraturan perundang-undangan negara lain, memperlihatkan aneka macam perbandingan. Umumnya dibedakan antara konsumen antara dan konsumen akhir. Perumusannya ada yang secara tegas mendefinisikannya dalam ketentuan umum perundang-undangan tertentu, ada pula yang termuat dalam pasal tertentu gotong royong dengan pengaturan sesuatu bentuk relasi hukum.
Menurut Nasution sepertinya perlakuan aturan yang lebih bersifat mengatur dan/atau mengatur dengan diimbuhi perlindungan, merupakan pertimbangan perihal perlunya pembedaan dari konsumen itu. Az. Nasution menegaskan beberapa batasan perihal konsumen, yakni:
a. Konsumen ialah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;
b. Konsumen antara ialah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan menciptakan barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial);
c. Konsumen selesai ialah setiap orang alami yang menerima dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non komersial).
Konsumen memang tidak sekedar pembeli tetapi semua orang (perorangan atau tubuh usaha) yang mengonsumsi barang dan/atau jasa. Terjadinya suatu transaksi antara konsumen dan pelaku usaha berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.
Hak-Hak Konsumen
Istilah ”perlindungan konsumen” berkaitan dengan pemberian hukum, oleh lantaran itu pemberian konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan pemberian itu bukan sekedar fisik, melainkan hak-haknya yang bersifat abstrak. Perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan pemberian yang diberikan aturan perihal hak-hak konsumen. Menurut Sudikno Martokusumo menyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak ialah kepentingan aturan yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga sanggup dikatakan bahwa hak ialah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum.
Menurut Kristiyanti, dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);
2. Hak untuk mendapatkan gosip (the right to be informed);
3. Hak untuk menentukan (the right to choose);
4. Hak untuk didengar (the right to be heard).
Empat hak dasar tersebut diakui secara internasional. Perkembangannya organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak seperti, hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tidak semua organisasi konsumen mendapatkan penambahan hak-hak tersebut, mereka bebas untuk mendapatkan semua atau sebagian. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), contohnya menetapkan untuk menambahkan satu hak lagi sebagai suplemen empat hak dasar konsumen, yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sehingga, keseluruhannya dikenal sebagai panca hak konsumen.
Hak konsumen untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dimasukkan dalam UUPK, lantaran UUPK secara khusus mengecualikan hak-hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan di bidang pengelolaan lingkungan. Tidak terang mengapa hanya kedua bidang aturan ini saja yang dikecualikan secara khusus, mengingat sebagi undang-undang payung (umbrella act), UUPK seharusnya sanggup mengatur hak-hak konsumen tersebut secara lebih komprehensif. Konsumen harus sanggup memahami hak-hak pokok konsumen, hal itu sebagai landasan usaha untuk mewujudkan hak-hak konsumen tersebut.
Pasal 4 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen, terdapat hak-hak konsumen sebagai berikut:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk menentukan barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas gosip yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa pemberian konsumen secara patut;
6. Hak untuk menerima training dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Menurut Miru dan Yodo, memperhatikan hak-hak yang disebutkan di atas, maka secara keseluruhan intinya dikenal 10 (sepuluh) macam hak konsumen, yaitu sebagai berikut:
a. Hak atas keamanan dan keselamatan;
b. Hak untuk memperoleh informasi;
c. Hak untuk memilih;
d. Hak untuk didengar;
e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;
f. Hak untuk memperoleh ganti rugi;
g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;
h. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang higienis dan sehat;
i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya;
j. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian aturan yang patut.
Masing-masing hak tersebut sanggup diuraikan sebagai berikut:
a. Hak atas keamanan dan keselamatan
Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang dan/atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen sanggup terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengonsumsi suatu produk.
b. Hak untuk memperoleh gosip
Hak atas gosip ini sangat penting, lantaran tidak memadainya gosip yang disampaikan kepada konsumen. Hak atas gosip yang terang dan benar dimaksudkan supaya konsumen sanggup memperoleh citra yang benar perihal suatu produk, lantaran dengan gosip tersebut konsumen sanggup menentukan produk sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya. Konsumen pun juga sanggup terhindar dari kerugian akhir kesalahan dalam penggunaan produk.
c. Hak untuk menentukan
Hak untuk menentukan dimaksudkan untuk memperlihatkan kebebasan kepada konsumen untuk menentukan produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak lain. Hak untuk menentukan ini konsumen berhak untuk menetapkan untuk membeli atau tidak suatu produk, demikian pula keputusan untuk menentukan baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihya.
d. Hak untuk didengar
Hak untuk didengar ini sanggup berupa pertanyaan perihal aneka macam hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila gosip yang diperoleh perihal produk tersebut kurang memadai. Bentuk lainnya sanggup berupa pernyataan atau pendapat perihal suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini sanggup disampaikan baik secara perorangan maupun secara kolektif, baik yang disampaikan secara eksklusif maupun diwakili oleh suatu forum tertentu contohnya melalui YLKI.
e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup
Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, lantaran menyangkut hak untuk hidup. Setiap konsumen berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk mempertahankan hidupnya secara layak. Hak-hak ini terutama berupa hak atas pangan, sandang, papan serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
f. Hak untuk memperoleh ganti kerugian
Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akhir adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi impian konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat bahkan kematian) konsumen. Merealisasikan hak ini harus melalui mekanisme tertentu, baik yang diselesaikan secara tenang (di luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.
g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan supaya konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diharapkan supaya sanggup terhindar dari kerugian. Pendidikan konsumen akan sanggup menjadi lebih kritis dan teliti dalam menentukan suatu produk yang dibutuhkan.
h. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang higienis dan sehat
Hak atas lingkungan yang higienis dan sehat ini sangat penting bagi setiap konsumen dan lingkungan. Hak untuk memperoleh lingkungan higienis dan sehat serta hak untuk memperoleh gosip perihal lingkungan ini diatur dalam Pasal 5 Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 perihal Pengelolaan Lingkungan Hidup.
i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya
Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akhir permainan harga secara tidak wajar. Konsumen dalam keadaan tertentu sanggup saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang dan/atau jasa yang diperolehnya. Hak ini sanggup dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan jaminan kualitas dan kuantitas atas barang yang telah dibeli sesuai dengan harga barang yang diberikan.
j. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian aturan yang patut
Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akhir penggunaan produk atau sikap curang dari pelaku usaha dengan melalui jalur hukum.
Hak-hak konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun oleh pelaku usaha. Pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari aneka macam aspek.
Kewajiban Konsumen
Pasal 5 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen, terdapat kewajiban konsumen sebagai berikut:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk gosip dan mekanisme pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melaksanakan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian aturan sengketa pemberian konsumen secara patut.
Kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk gosip dan mekanisme pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan, merupakan hal penting menerima pengaturan. Pentingnya kewajiban ini lantaran sering pelaku usaha telah memberikan peringatan secara terang pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan tersebut. Pengaturan kewajiban ini memperlihatkan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab jikalau konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akhir mengabaikan kewajiban tersebut Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dengan pelaku usaha ialah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya. Kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian aturan sengketa pemberian konsumen secara patut dianggap sebagai hal baru. Sebelum diundangkannya Undang Undang Perlindungan Konsumen hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus menyerupai ini dalam kasus perdata. Kasus pidana tersangka atau terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh abdnegara kepolisian dan/atau kejaksaan. Kewajiban menyerupai ini diatur dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen dianggap tepat, lantaran kewajiban ini ialah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa pemberian konsumen secara patut.
Ketentuan umum Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa: “Konsumen ialah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Didalam kepustakaan ekonomi dikenal adanya dua konsumen, yaitu konsumen selesai dan konsumen antara. Konsumen selesai ialah pengguna atau pemanfaat selesai dari suatu produk, sedangkan konsumen antara ialah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bab dari proses produksi suatu produk lainnya. Dalam UUPK, konsumen yang dimaksud ialah konsumen akhir.
Pengertian Konsumen |
Menurut Shidarta Sejumlah catatan sanggup diberikan terhadap unsur-unsur definisi konsumen, konsumen adalah:
1. Setiap orang.
Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah orang bergotong-royong menjadikan keraguan apakah hanya, orang individual (naturlijke persoon) atau termasuk juga tubuh aturan (rechtpersoon). Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk pelaku usaha dalam pasal 1 angka (3) yang secara eksplisit membedakankedua pengertian persoon diatas, dengan menyebutkan kata-kata ”orang perseorangan atau tubuh usaha”. Tentu yang paling tidak sempurna membatasi pengertian konsumen sebatas pada orang persorangan, namun harus meliputi juga tubuh usaha dengan makna lebih luas daripada tubuh hukum.
Undang Undang Perlindungan Konsumen sepertinya berusaha menghindari penggunaan kata Produsen sebagai lawan kata dari Konsumen. Untuk itu digunakan kata Pelaku Usaha yang bermakna lebih luas. Istilah terakhir ini dipilih untuk memberi arti sekaligus bagi kreditur (penyedia dana), produsen, penyalur, penjual, dan terminologi lain yang lazim diberikan. Bahkan untuk kasus-kasus yang spesifikseperti dalam kasus periklanan, pelaku usaha ini juga meliputi perusahaan media, kawasan iklan itu ditayangkan.
2. Pemakai.
Sesuai dengan suara klarifikasi Pasal 1 Angka (2) Undang Undang Perlindungan Konsumen, kata Pemakai menekankan, konsumen ialah konsumen akhir. Istilah pemakai dalam hal ini sempurna digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus memperlihatkan barang dan/atau jasa yang digunakan tidak serta merta hasil daritransaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memperlihatkan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Konsumen memang tidak sekedar pembeli, tetapi semua orang (orang perseorangan atau tubuh usaha) yangmengkonsumsi jasa dan/atau barang. Makara yang paling penting terjadinyasuatu transaksi konsumen berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.
3. Barang dan/atau Jasa.
Undang Undang Perlindungan Konsumenmengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik sanggup dihabiskan maupun tidak sanggup dihabiskan, yang sanggup untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Sementara itu jasa diartikan sebagai layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagimasyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian disediakan bagimasyarakat menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya, pihak yang ditawarkan harus lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layananyang bersifat khusus dan individual, tidak tercakup dalam pengertian tersebut.
Kata-kata ditawarkan kepada masyarakat itu harus ditafsirkan sebagai bab dari suatu transaksi konsumen. Artinya, seseorang yang lantaran kebutuhan mendadak kemudian menjual rumahnya kepada orang lain, tidak sanggup dikatakan perbuatannya itu sebagai transaksi konsumen. Si pembeli tidak sanggup dikatakan konsumen berdasarkan Undang Undang Perlindungan Konsumen.
4. Yang tersedia dalam masyarakat.
Barang dan/ atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. Dalam perdagangan yang makin kompleks berilmu balig cukup akal ini syarat itu tidak mutlak lagi dituntutoleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah sanggup mengadakan transaksi terlebih dahulusebelum bangunannya jadi.
5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain.
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup orang lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/ataujasa itu diperuntukan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, menyerupai binatang dan tumbuhan. Dan sisi teori kepentingan setiap tindakan insan ialah bab dari kepentingannya. Oleh lantaran itu, penguraian unsur itu tidak menambah makna apa-apa, lantaran intinya tindakan menggunakan suatu barang dan/atau jasa juga tidak terlepas dari kepentingan pribadi.
6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa digunakan dalam peraturan pemberian konsumen di aneka macam negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas menyerupai itu.
Peraturan perundang-undangan negara lain, memperlihatkan aneka macam perbandingan. Umumnya dibedakan antara konsumen antara dan konsumen akhir. Perumusannya ada yang secara tegas mendefinisikannya dalam ketentuan umum perundang-undangan tertentu, ada pula yang termuat dalam pasal tertentu gotong royong dengan pengaturan sesuatu bentuk relasi hukum.
Menurut Nasution sepertinya perlakuan aturan yang lebih bersifat mengatur dan/atau mengatur dengan diimbuhi perlindungan, merupakan pertimbangan perihal perlunya pembedaan dari konsumen itu. Az. Nasution menegaskan beberapa batasan perihal konsumen, yakni:
a. Konsumen ialah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;
b. Konsumen antara ialah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan menciptakan barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial);
c. Konsumen selesai ialah setiap orang alami yang menerima dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non komersial).
Konsumen memang tidak sekedar pembeli tetapi semua orang (perorangan atau tubuh usaha) yang mengonsumsi barang dan/atau jasa. Terjadinya suatu transaksi antara konsumen dan pelaku usaha berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.
Hak-Hak Konsumen
Istilah ”perlindungan konsumen” berkaitan dengan pemberian hukum, oleh lantaran itu pemberian konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan pemberian itu bukan sekedar fisik, melainkan hak-haknya yang bersifat abstrak. Perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan pemberian yang diberikan aturan perihal hak-hak konsumen. Menurut Sudikno Martokusumo menyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak ialah kepentingan aturan yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga sanggup dikatakan bahwa hak ialah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum.
Menurut Kristiyanti, dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);
2. Hak untuk mendapatkan gosip (the right to be informed);
3. Hak untuk menentukan (the right to choose);
4. Hak untuk didengar (the right to be heard).
Empat hak dasar tersebut diakui secara internasional. Perkembangannya organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak seperti, hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tidak semua organisasi konsumen mendapatkan penambahan hak-hak tersebut, mereka bebas untuk mendapatkan semua atau sebagian. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), contohnya menetapkan untuk menambahkan satu hak lagi sebagai suplemen empat hak dasar konsumen, yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sehingga, keseluruhannya dikenal sebagai panca hak konsumen.
Hak konsumen untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dimasukkan dalam UUPK, lantaran UUPK secara khusus mengecualikan hak-hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan di bidang pengelolaan lingkungan. Tidak terang mengapa hanya kedua bidang aturan ini saja yang dikecualikan secara khusus, mengingat sebagi undang-undang payung (umbrella act), UUPK seharusnya sanggup mengatur hak-hak konsumen tersebut secara lebih komprehensif. Konsumen harus sanggup memahami hak-hak pokok konsumen, hal itu sebagai landasan usaha untuk mewujudkan hak-hak konsumen tersebut.
Pasal 4 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen, terdapat hak-hak konsumen sebagai berikut:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk menentukan barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas gosip yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa pemberian konsumen secara patut;
6. Hak untuk menerima training dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Menurut Miru dan Yodo, memperhatikan hak-hak yang disebutkan di atas, maka secara keseluruhan intinya dikenal 10 (sepuluh) macam hak konsumen, yaitu sebagai berikut:
a. Hak atas keamanan dan keselamatan;
b. Hak untuk memperoleh informasi;
c. Hak untuk memilih;
d. Hak untuk didengar;
e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;
f. Hak untuk memperoleh ganti rugi;
g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;
h. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang higienis dan sehat;
i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya;
j. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian aturan yang patut.
Masing-masing hak tersebut sanggup diuraikan sebagai berikut:
a. Hak atas keamanan dan keselamatan
Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang dan/atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen sanggup terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengonsumsi suatu produk.
b. Hak untuk memperoleh gosip
Hak atas gosip ini sangat penting, lantaran tidak memadainya gosip yang disampaikan kepada konsumen. Hak atas gosip yang terang dan benar dimaksudkan supaya konsumen sanggup memperoleh citra yang benar perihal suatu produk, lantaran dengan gosip tersebut konsumen sanggup menentukan produk sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya. Konsumen pun juga sanggup terhindar dari kerugian akhir kesalahan dalam penggunaan produk.
c. Hak untuk menentukan
Hak untuk menentukan dimaksudkan untuk memperlihatkan kebebasan kepada konsumen untuk menentukan produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak lain. Hak untuk menentukan ini konsumen berhak untuk menetapkan untuk membeli atau tidak suatu produk, demikian pula keputusan untuk menentukan baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihya.
d. Hak untuk didengar
Hak untuk didengar ini sanggup berupa pertanyaan perihal aneka macam hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila gosip yang diperoleh perihal produk tersebut kurang memadai. Bentuk lainnya sanggup berupa pernyataan atau pendapat perihal suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini sanggup disampaikan baik secara perorangan maupun secara kolektif, baik yang disampaikan secara eksklusif maupun diwakili oleh suatu forum tertentu contohnya melalui YLKI.
e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup
Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, lantaran menyangkut hak untuk hidup. Setiap konsumen berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk mempertahankan hidupnya secara layak. Hak-hak ini terutama berupa hak atas pangan, sandang, papan serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
f. Hak untuk memperoleh ganti kerugian
Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akhir adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi impian konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (sakit, cacat bahkan kematian) konsumen. Merealisasikan hak ini harus melalui mekanisme tertentu, baik yang diselesaikan secara tenang (di luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.
g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan supaya konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diharapkan supaya sanggup terhindar dari kerugian. Pendidikan konsumen akan sanggup menjadi lebih kritis dan teliti dalam menentukan suatu produk yang dibutuhkan.
h. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang higienis dan sehat
Hak atas lingkungan yang higienis dan sehat ini sangat penting bagi setiap konsumen dan lingkungan. Hak untuk memperoleh lingkungan higienis dan sehat serta hak untuk memperoleh gosip perihal lingkungan ini diatur dalam Pasal 5 Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 perihal Pengelolaan Lingkungan Hidup.
i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya
Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akhir permainan harga secara tidak wajar. Konsumen dalam keadaan tertentu sanggup saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang dan/atau jasa yang diperolehnya. Hak ini sanggup dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan jaminan kualitas dan kuantitas atas barang yang telah dibeli sesuai dengan harga barang yang diberikan.
j. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian aturan yang patut
Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akhir penggunaan produk atau sikap curang dari pelaku usaha dengan melalui jalur hukum.
Hak-hak konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun oleh pelaku usaha. Pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari aneka macam aspek.
Kewajiban Konsumen
Pasal 5 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 perihal Perlindungan Konsumen, terdapat kewajiban konsumen sebagai berikut:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk gosip dan mekanisme pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melaksanakan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian aturan sengketa pemberian konsumen secara patut.
Kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk gosip dan mekanisme pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan, merupakan hal penting menerima pengaturan. Pentingnya kewajiban ini lantaran sering pelaku usaha telah memberikan peringatan secara terang pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan tersebut. Pengaturan kewajiban ini memperlihatkan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab jikalau konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akhir mengabaikan kewajiban tersebut Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dengan pelaku usaha ialah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya. Kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian aturan sengketa pemberian konsumen secara patut dianggap sebagai hal baru. Sebelum diundangkannya Undang Undang Perlindungan Konsumen hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus menyerupai ini dalam kasus perdata. Kasus pidana tersangka atau terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh abdnegara kepolisian dan/atau kejaksaan. Kewajiban menyerupai ini diatur dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen dianggap tepat, lantaran kewajiban ini ialah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa pemberian konsumen secara patut.