Yang Dimaksud Pengertian Asmaul Husna
Pengertian Asmaul Husna - Al-Asma` Al-Husna ialah nama keagungan (bagi Tuhan), berbuat baik pada siapapun semata-mata untuk meluhurkan Tuh...

https://tutorialcarapintar.blogspot.com/2019/02/yang-dimaksud-pengertian-asmaul-husna.html
Kedua; nama-nama yang boleh disebut sendiri seperti Allah, Rahman Rahim, Karim dan sebagainya, ada juga yang dihentikan disebut kecuali berangkai. Tidak boleh menyebut “Mumit” (Yang mematikan) atau “Ad-Dhar” (Yang menimpakan mudharrat) saja, tetapi harus berangkai dengan Muhyi sehingga diucapkan “Muhyi Wa Mumit” ( Yang menghidupkan dan yang mematikan ) dan “Ya Dhar, Ya Nafi’” ( Wahai Yang menimpakan mudharrat dan menganugerahkan manfaat ).
Dalam hal ini peneliti ingin menjabarkan beberapa uraian sedikit tentang, makna nama-nama Allah diatas.
Semisal kata Allah, Allah ialah nama Tuhan yang paling populer. Para ulama` berbeda pendapat menyangkut lafal mulia ini, apakah ia termasuk Asma` AlHusna atau tidak. Yang tidak memasukanya beralasan bahwa Asma` AlHusna ialah nama / sifat Allah. Bukankah yang maha Mulia itu sendiri mneyatakan dalam kitab-Nya, bahwa “Walillahi Asmaul Husna/ Milik Allah nama-nama yang terindah”?, lantaran Asmaul Husna nama / sifat Allah, maka tentu saja kata “Allah” bukan termasuk didalamnya. Tetapi ulama` lain beropini bahwa kata tersebut sedemikian Agung, bahkan yang teragung, sehingga, tidaklah masuk akal kalau ia tidak termasuk Asma` AlHusna. Tidak ada halangan berdasarkan mereka manjadikan lafal “Allah” sebagai salah satu dari Asma` AlHusna, bukankah allah juga nama-Nya yang terindah? Bahkan apabila Anda berkata “Allah”, maka apa yang Anda ucapkan itu telah mencakup semua nama-Nya yang lain.
Ar-Rahman dan Ar-Rahim ialah dua nama Allah yang amat dominan, lantaran kedua nama inilah yang ditempatkan menyusul penyebutan nama Allah. Ini pula agaknya, yang menjadi alasannya ialah sehingga Nabi Saw melukiskan setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanir Rahim ialah buntung, hilang berkatnya. Basmalah yang diperintahkan itu mengandung dalam kalimatnya kedua nama tersebut, dan dengan susunan penyebutan sifat Allah menyerupai dikemukakan di atas.
Didalam Alqur’an kata Ar-Rahman terulang sebanyak 57 kali, sedangkan Ar-Rahim sebanyak 95 kali
Setelah Ar-Rahman dan Ar-Rahim, sifat Allah yang menyusul keduanya adalah Al-Malik, yang secara umum diartikan raja atau penguasa. Penempatan susunannya sepertiini sejalan dengan penempatannya dalam sekian banyak ayat Al-qur’an, antara lain pada surah Al-Fatihah dan Al-Hasyer. Rahmat yang dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya dan yang dilukiskan dengan kata Rahman disebabkan lantaran dia –Rahim, mempunyai sifat rahmat yang menempel pada diri-Nya. Tetapi lantaran siapa yang mempunyai sifat rahmat, belum tentu mempunyai kekuasaan, maka sifat keempat yang ditonjolkan untuk dibaca ialah sifat Malik, yakni kekuasaan dan kerajaan serta kepemilikan. Kata “Malik” terdiri dari huruf-huruf mim, lam dan kaf yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Kata itu pada mulanya berarti ikatan danpenguatan. Kata ini terulang did ala Al-qur’an sebanyak lima kali.
Dalam hal ini peneliti ingin menjabarkan beberapa uraian sedikit tentang, makna nama-nama Allah diatas.
Semisal kata Allah, Allah ialah nama Tuhan yang paling populer. Para ulama` berbeda pendapat menyangkut lafal mulia ini, apakah ia termasuk Asma` AlHusna atau tidak. Yang tidak memasukanya beralasan bahwa Asma` AlHusna ialah nama / sifat Allah. Bukankah yang maha Mulia itu sendiri mneyatakan dalam kitab-Nya, bahwa “Walillahi Asmaul Husna/ Milik Allah nama-nama yang terindah”?, lantaran Asmaul Husna nama / sifat Allah, maka tentu saja kata “Allah” bukan termasuk didalamnya. Tetapi ulama` lain beropini bahwa kata tersebut sedemikian Agung, bahkan yang teragung, sehingga, tidaklah masuk akal kalau ia tidak termasuk Asma` AlHusna. Tidak ada halangan berdasarkan mereka manjadikan lafal “Allah” sebagai salah satu dari Asma` AlHusna, bukankah allah juga nama-Nya yang terindah? Bahkan apabila Anda berkata “Allah”, maka apa yang Anda ucapkan itu telah mencakup semua nama-Nya yang lain.
Ar-Rahman dan Ar-Rahim ialah dua nama Allah yang amat dominan, lantaran kedua nama inilah yang ditempatkan menyusul penyebutan nama Allah. Ini pula agaknya, yang menjadi alasannya ialah sehingga Nabi Saw melukiskan setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanir Rahim ialah buntung, hilang berkatnya. Basmalah yang diperintahkan itu mengandung dalam kalimatnya kedua nama tersebut, dan dengan susunan penyebutan sifat Allah menyerupai dikemukakan di atas.
Didalam Alqur’an kata Ar-Rahman terulang sebanyak 57 kali, sedangkan Ar-Rahim sebanyak 95 kali
Setelah Ar-Rahman dan Ar-Rahim, sifat Allah yang menyusul keduanya adalah Al-Malik, yang secara umum diartikan raja atau penguasa. Penempatan susunannya sepertiini sejalan dengan penempatannya dalam sekian banyak ayat Al-qur’an, antara lain pada surah Al-Fatihah dan Al-Hasyer. Rahmat yang dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya dan yang dilukiskan dengan kata Rahman disebabkan lantaran dia –Rahim, mempunyai sifat rahmat yang menempel pada diri-Nya. Tetapi lantaran siapa yang mempunyai sifat rahmat, belum tentu mempunyai kekuasaan, maka sifat keempat yang ditonjolkan untuk dibaca ialah sifat Malik, yakni kekuasaan dan kerajaan serta kepemilikan. Kata “Malik” terdiri dari huruf-huruf mim, lam dan kaf yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Kata itu pada mulanya berarti ikatan danpenguatan. Kata ini terulang did ala Al-qur’an sebanyak lima kali.
Al-Malik mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihannya. “Malik” yang biasa diterjemahkan dengan raja ialah “yang menguasai dan menangani perintah dan larangan, anugerah dan pencabutan” dan lantaran itu biasanya kerajaan terarah kepada manusia, tidak kepada barang yang sifatnya tidak sanggup mendapatkan perintah dan larangan. Salah satu kata “Malik” dalam Alqur’an ialah yang terdapat dalam surah An-Nas yakni, “Malikin naas” ( raja insan ).
Dalam Alqur’an gejala kepemilikan kerajaan ialah kehadiran banyak pihak kepada-Nya untuk bermohon biar dipenuhi kebutuhannya atau untuk memberikan persoalan-persoalan besar biar sanggup tertanggulangi. Allah SWT melukiskan betapa Yang Maha Kuasa itu melayani kebutuhan makhluknya. Firman-Nya;
“Al-Quddus” atau ada juga yang membacanya “Al-Quddus” ialah kata yang mengandung makna kesucian. Azzajjaj seorang pakar bahasa mengemukakan dalam bukunya “Al-Asma’ AlHusna” bahwa ada yang memberikan kepadanya bahwa kata “quddus” tidak terambil dari akar kata berbahasa Arab, tetapi dari bahasa Suryani yang pada mulanya ialah “Qadsy” dan diucapkan dalam doa “Qaddisy”, kemudian beralih ke bahasa Arab menjadi ”Qaddus” atau “Quddus” pendapat ini tidak didukung oleh banyak ulama, antara lain lantaran kata tersebut sanggup dibuat dalam aneka macam bentuk (kata kerja masa kini, lalu, perintah dan lain- lain). Sedangkan berdasarkan para pakar, satu kata yang sanggup di bentuk dengan aneka macam bentuk maka ia ialah kata orisinil berbahasa arab.
Karena raja yang dikenal dalam kehidupan duniawi tidak luput dari kesalahan, bahkan tidak jarang melaksanakan pengrusakan bahkan kekejaman sesuai firman-Nya dalam Q.s. An-Naml 27:34; “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki satu negri (tidak jarang) mereka merusaknya dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina”. Maka disini –demikian juga dalam susunan penyebutannya dalam Q.s. Al- Hasyr 59: 23 kata “Quddus” yang mengandung makna kesucian itu disebut menyusul kata “malik” untuk memberikan kesempurnaan kerajaan-Nya sekaligus menampik adanya kesalahan pengrusakan atau kekejaman dari –Nya , lantaran kekuddusan –seperti tulis Albiqa’iy dalam tafsirnya “Nazem Addurar” ,adalah “kesucian yang tidak mendapatkan perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji dengan langgengnya sifat kekudusan itu”.
Al-Mukmin terambil dari akar kata “amina”. Semua kata yang terdiri dari huruf- huruf alif, mim, dan nun, mengandung arti “pembenaran” dan “ketenangan hati”. Seperti antara lain “iman”, “amanah” dan “aman”. Amanah ialah lawan dari khianat yang melahirkan ketenangan batin, serta rasa kondusif lantaran adanya pembenaran dan kepercayaan terhadap sesuatu; sedang kepercayaan ialah pembenaran hati dan kepercayaan terhadap sesuatu.
Agama mengajarkan bahwa amanat / kepercayaan ialah asas keimanan, berdasarkan hadist, “(Tiada kepercayaan bagi yang tidak mempunyai amanah”. Selanjutnya amanah yang merupakan lawan dari khianat ialah sendi utama interaksi. Amanah tersebut membutuhkan kepercayaan dan kepercayaan itu melahirkan sakinah (ketenangan batin), selanjutnya ini melahirkan keyakinan.
Dalam Alqur’an gejala kepemilikan kerajaan ialah kehadiran banyak pihak kepada-Nya untuk bermohon biar dipenuhi kebutuhannya atau untuk memberikan persoalan-persoalan besar biar sanggup tertanggulangi. Allah SWT melukiskan betapa Yang Maha Kuasa itu melayani kebutuhan makhluknya. Firman-Nya;
“Al-Quddus” atau ada juga yang membacanya “Al-Quddus” ialah kata yang mengandung makna kesucian. Azzajjaj seorang pakar bahasa mengemukakan dalam bukunya “Al-Asma’ AlHusna” bahwa ada yang memberikan kepadanya bahwa kata “quddus” tidak terambil dari akar kata berbahasa Arab, tetapi dari bahasa Suryani yang pada mulanya ialah “Qadsy” dan diucapkan dalam doa “Qaddisy”, kemudian beralih ke bahasa Arab menjadi ”Qaddus” atau “Quddus” pendapat ini tidak didukung oleh banyak ulama, antara lain lantaran kata tersebut sanggup dibuat dalam aneka macam bentuk (kata kerja masa kini, lalu, perintah dan lain- lain). Sedangkan berdasarkan para pakar, satu kata yang sanggup di bentuk dengan aneka macam bentuk maka ia ialah kata orisinil berbahasa arab.
Karena raja yang dikenal dalam kehidupan duniawi tidak luput dari kesalahan, bahkan tidak jarang melaksanakan pengrusakan bahkan kekejaman sesuai firman-Nya dalam Q.s. An-Naml 27:34; “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki satu negri (tidak jarang) mereka merusaknya dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina”. Maka disini –demikian juga dalam susunan penyebutannya dalam Q.s. Al- Hasyr 59: 23 kata “Quddus” yang mengandung makna kesucian itu disebut menyusul kata “malik” untuk memberikan kesempurnaan kerajaan-Nya sekaligus menampik adanya kesalahan pengrusakan atau kekejaman dari –Nya , lantaran kekuddusan –seperti tulis Albiqa’iy dalam tafsirnya “Nazem Addurar” ,adalah “kesucian yang tidak mendapatkan perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji dengan langgengnya sifat kekudusan itu”.
Al-Mukmin terambil dari akar kata “amina”. Semua kata yang terdiri dari huruf- huruf alif, mim, dan nun, mengandung arti “pembenaran” dan “ketenangan hati”. Seperti antara lain “iman”, “amanah” dan “aman”. Amanah ialah lawan dari khianat yang melahirkan ketenangan batin, serta rasa kondusif lantaran adanya pembenaran dan kepercayaan terhadap sesuatu; sedang kepercayaan ialah pembenaran hati dan kepercayaan terhadap sesuatu.
Agama mengajarkan bahwa amanat / kepercayaan ialah asas keimanan, berdasarkan hadist, “(Tiada kepercayaan bagi yang tidak mempunyai amanah”. Selanjutnya amanah yang merupakan lawan dari khianat ialah sendi utama interaksi. Amanah tersebut membutuhkan kepercayaan dan kepercayaan itu melahirkan sakinah (ketenangan batin), selanjutnya ini melahirkan keyakinan.