Yang Dimaksud Pengertian Riba
Dalam pengertian bahasa, riba berarti pemanis (azziyadah). Makna pemanis dalam riba yaitu pemanis yang berasal dari perjuangan haram yang ...
https://tutorialcarapintar.blogspot.com/2019/02/yang-dimaksud-pengertian-riba.html
Dalam pengertian bahasa, riba berarti pemanis (azziyadah). Makna pemanis dalam riba yaitu pemanis yang berasal dari perjuangan haram yang merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi. Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun berdasarkan istilah teknis, riba berarti pengambilan pemanis dari harta pokok atau modal secara batil.
Pengertian riba di dalam kamus yaitu kelebihan atau peningkatan atau surplus. Tetapi dalam ilmu ekonomi, riba merujuk pada kelebihan dari jumlah uang pokok yang dipinjamkan oleh si pemberi dukungan dari si peminjam. Dalam Islam, riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang diminta dengan cara yang khusus.
Kata riba dalam bahasa Arab sanggup berarti pemanis meskipun sedikit di atas jumlah uang yang dipinjamkan, sampai meliputi sekaligus riba dan bunga. Riba dalam hal ini semakna dengan kata usury dalam bahasa Inggris yang dalam penggunaan modern berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik.
Kamus Lane memperlihatkan makna komprehensif yang meliputi sebagian besar definisi autentik awal dari kata riba. Menurut Lane, istilah riba bermakna meningkatkan, memperbesar, menambah, pemanis “terlarang”, menghasilkan lebih dari asalnya, mempraktikkan peminjaman dengan bunga
atau yang sejenis, kelebihan atau tambahan, atau pemanis di atas jumlah pokok yang dipinjamkan atau dikeluarkan”.
Riba yaitu pemanis tanpa imbalan (bilaa ’awdhin) yang terjadi sebab penangguhan dalam pembayaran (ziyaadatul ajal) yang diperjanjikan sebelumnya (asy-Syurtul Muqaddam).
Para hebat ekonomi Muslim menyebutkan bahwa setiap transaksi kredit atau tawar menawar, dalam bentuk uang atau lainnya, dianggap sebagai transaksi riba apabila mengandung tiga unsur berikut ini:
a. Kelebihan atau surplus di atas modal pinjaman;
b. Penetapan kelebihan ini berafiliasi dengan waktu;
c. Transaksi yang menjadi syarat pembayaran kelebihan tersebut.
Salah satu dasar pemikiran utama yang sering dikemukakan oleh para cendekiawan Muslim yaitu keberadaan riba (bunga) dalam ekonomi merupakan bentuk eksploitasi sosial dan ekonomi, yang merusak inti fatwa Islam wacana keadilan sosial.
Dalam fiqh muamalah, riba berarti pemanis yang diharamkan yang sanggup muncul tanggapan utang atau pertukaran. Menurut Wahid Abdus Salam Baly, riba yaitu pemanis (yang disyaratkan) terhadap uang pokok tanpa ada transaksi pengganti yang diisyaratkan.
Terjadi perbedaan dalam pendefinisian riba oleh para ulama fiqh. Berikut ini yaitu definisi riba oleh para ulama dari 4 golongan madzhab:
a. Golongan Hanafi
Definisi riba yaitu setiap kelebihan tanpa adanya imbalan pada dosis dan timbangan yang dilakukan antara pembeli dan penjual di dalam tukar menukar.
b. Golongan Syafi’i
Riba yaitu transaksi dengan imbalan tertentu yang tidak diketahui kesamaan takarannya maupun ukurannya waktu dilakukan transaksi atau dengan penundaan waktu penyerahan kedua barang yang
dipertukarkan salah satunya.
c. Golongan Maliki
Golongan ini mendefinisikan riba hampir sama dengan definisi golongan Syafi’i, hanya berbeda pada illat-nya. Menurut mereka illat-nya ialah pada transaksi tidak kontan pada materi makanan yang tahan lama.
d. Golongan Hambali
Riba berdasarkan syara’ yaitu pemanis yang diberikan pada barang tertentu. Barang tertentu tersebut yaitu yang sanggup ditukar atau ditimbang dengan jumlah yang berbeda. Tindakan semacam inilah yang dinamakan riba selama dilakukan dengan tidak kontan.
Menurut al-Arabi al-Maliki dalam kitabnya Ahkam al-Qur’an enjelaskan makna riba sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio, yaitu sebagai berikut:
“Pengertian riba secara bahasa yaitu tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”
Dari banyak sekali definisi yang telah dipaparkan di atas, sanggup disimpulkan bahwa riba yaitu suatu aktivitas pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari komitmen perekonomian, ibarat jual beli atau utang piutang, dari penjual terhadap pembeli atau dari pemilik dana kepada peminjam dana,
baik diketahui bahkan tidak diketahui, oleh pihak kedua. Riba sanggup pula dipahami hanya sebatas pada nilai tambah dari nilai pokok dalam suatu komitmen perekonomian.
Pengertian riba di dalam kamus yaitu kelebihan atau peningkatan atau surplus. Tetapi dalam ilmu ekonomi, riba merujuk pada kelebihan dari jumlah uang pokok yang dipinjamkan oleh si pemberi dukungan dari si peminjam. Dalam Islam, riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang diminta dengan cara yang khusus.
Kata riba dalam bahasa Arab sanggup berarti pemanis meskipun sedikit di atas jumlah uang yang dipinjamkan, sampai meliputi sekaligus riba dan bunga. Riba dalam hal ini semakna dengan kata usury dalam bahasa Inggris yang dalam penggunaan modern berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik.
Kamus Lane memperlihatkan makna komprehensif yang meliputi sebagian besar definisi autentik awal dari kata riba. Menurut Lane, istilah riba bermakna meningkatkan, memperbesar, menambah, pemanis “terlarang”, menghasilkan lebih dari asalnya, mempraktikkan peminjaman dengan bunga
atau yang sejenis, kelebihan atau tambahan, atau pemanis di atas jumlah pokok yang dipinjamkan atau dikeluarkan”.
Riba yaitu pemanis tanpa imbalan (bilaa ’awdhin) yang terjadi sebab penangguhan dalam pembayaran (ziyaadatul ajal) yang diperjanjikan sebelumnya (asy-Syurtul Muqaddam).
Para hebat ekonomi Muslim menyebutkan bahwa setiap transaksi kredit atau tawar menawar, dalam bentuk uang atau lainnya, dianggap sebagai transaksi riba apabila mengandung tiga unsur berikut ini:
a. Kelebihan atau surplus di atas modal pinjaman;
b. Penetapan kelebihan ini berafiliasi dengan waktu;
c. Transaksi yang menjadi syarat pembayaran kelebihan tersebut.
Salah satu dasar pemikiran utama yang sering dikemukakan oleh para cendekiawan Muslim yaitu keberadaan riba (bunga) dalam ekonomi merupakan bentuk eksploitasi sosial dan ekonomi, yang merusak inti fatwa Islam wacana keadilan sosial.
Dalam fiqh muamalah, riba berarti pemanis yang diharamkan yang sanggup muncul tanggapan utang atau pertukaran. Menurut Wahid Abdus Salam Baly, riba yaitu pemanis (yang disyaratkan) terhadap uang pokok tanpa ada transaksi pengganti yang diisyaratkan.
Terjadi perbedaan dalam pendefinisian riba oleh para ulama fiqh. Berikut ini yaitu definisi riba oleh para ulama dari 4 golongan madzhab:
a. Golongan Hanafi
Definisi riba yaitu setiap kelebihan tanpa adanya imbalan pada dosis dan timbangan yang dilakukan antara pembeli dan penjual di dalam tukar menukar.
b. Golongan Syafi’i
Riba yaitu transaksi dengan imbalan tertentu yang tidak diketahui kesamaan takarannya maupun ukurannya waktu dilakukan transaksi atau dengan penundaan waktu penyerahan kedua barang yang
dipertukarkan salah satunya.
c. Golongan Maliki
Golongan ini mendefinisikan riba hampir sama dengan definisi golongan Syafi’i, hanya berbeda pada illat-nya. Menurut mereka illat-nya ialah pada transaksi tidak kontan pada materi makanan yang tahan lama.
d. Golongan Hambali
Riba berdasarkan syara’ yaitu pemanis yang diberikan pada barang tertentu. Barang tertentu tersebut yaitu yang sanggup ditukar atau ditimbang dengan jumlah yang berbeda. Tindakan semacam inilah yang dinamakan riba selama dilakukan dengan tidak kontan.
Menurut al-Arabi al-Maliki dalam kitabnya Ahkam al-Qur’an enjelaskan makna riba sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio, yaitu sebagai berikut:
“Pengertian riba secara bahasa yaitu tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”
Dari banyak sekali definisi yang telah dipaparkan di atas, sanggup disimpulkan bahwa riba yaitu suatu aktivitas pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari komitmen perekonomian, ibarat jual beli atau utang piutang, dari penjual terhadap pembeli atau dari pemilik dana kepada peminjam dana,
baik diketahui bahkan tidak diketahui, oleh pihak kedua. Riba sanggup pula dipahami hanya sebatas pada nilai tambah dari nilai pokok dalam suatu komitmen perekonomian.