Arti dan Pengertian Perjanjian Dan Unsur-Unsur Perjanjian
Pengertian Perjanjian - Secara etimilogis perjanjian dalam bahasa arab mu’ahadah, ittifaq, janji atau kontrak. Secara terminologis ...
https://tutorialcarapintar.blogspot.com/2019/02/arti-dan-pengertian-perjanjian-dan.html
Pengertian Perjanjian - Secara etimilogis perjanjian dalam bahasa arab mu’ahadah, ittifaq, janji atau kontrak. Secara terminologis berdasarkan Yan Pramadya Puspa, Perjanjian yaitu suatu perbuatan dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seseorang atau lebih.
Perjanjian berdasarkan WJS, Poerwadarminta, perjanjian yaitu persetujuan tertulis atau dengan verbal yang dibentuk oleh dua pihak atau lebih yang mana berjanji akan mentaati apa yang tersebut di persetujuan itu.
Pengertian Perjanjian dalam aturan Indonesia, disebut “akad” dalam aturan Islam. Kata “akad” berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti“ mengikatkan (tali), menyimpulkan, menyambung, atau menghubungkan. Sedangkan berdasarkan al-Sayyid Sabiq janji berarti ikatan atau kesepakatan. Definisi janji yang lain adalah: pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akhir aturan pada objeknya.
Definisi di atas memperlihatkan bahwa, janji merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab dan kabul yang berakibat timbulnya akhir hukum. Ijab yaitu penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan kabul yaitu balasan persetujuan yang diberikan kawan janji sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad tidak terjadi apabila pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama lain alasannya yaitu janji yaitu keterkaitan kehendak kedua belah pihak yang tercermin dalam ijab dan kabul.
Perjanjian - Akad Ijab dan Qabul |
Tujuan janji yaitu untuk melahirkan suatu akhir hukum. Lebih tegas lagi, tujuan janji yaitu maksud bersama yang ingin dicapai dan yang hendak diwujudkan oleh para pihak melalui perbuatan akad. Akibat aturan janji dalam aturan Islam disebut “hukum akad”. Tercapainya tujuan janji tercermin pada terciptanya akhir hukum. Bila maksud para pihak dalam jual beli yaitu untuk
melakukan pemindahan kepemilikan, maka terjadinya pemindahan kepemilikan tersebut merupakan akhir aturan janji jual beli. Akibat aturan inilah yang disebut kemudian sebagai aturan akad.
Tujuan setiap janji berdasarkan fuqaha, hanya diketahui melalui syara’ dan harus sejalan dengan kehendak syara’. Atas dasar itu, seluruh janji yang memiliki tujuan atau akhir aturan yang tidak sejalan dengan syara’ hukumnya tidak sah. Tujuan janji memperoleh daerah penting untuk memilih apakah suatu janji dipandang sah atau tidak. Tujuan ini berkaitan dengan motivasi atau niat seseorang melaksanakan akad. Agar tujuan janji ini dianggap sah, maka harus memenuhi syarat-syarat, yaitu: yang pertama tujuan hendaknya gres ada pada ketika janji diadakan, yang kedua Tujuan janji harus berlangsung adanya sampai berakhirnya pelaksanaan akad. Yang ketiga Tujuan janji harus dibenarkan syara’.
Unsur perjanjian
Terdapat beberapa unsur perjanjian, antara lain:
a. Ada pihak –pihak , sedikitnya dua pihak: Pihak dalam perjanjian yaitu para pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian. Subyek perjanjian sanggup berupa orang atau tubuh hukum. Syarat menjadi subyek yaitu harus bisa atau berwenang melaksanakan perbuatan hukum.
b. Ada Persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap: Unsur yang terpenting dalam perjanjian yaitu adanya persetujuan (kesepakatan) antara para pihak. Sifat persetujuan dalam suatu perjanjian disini haruslah tetap,bukan sekedar berunding. Persetujuan itu ditunjukan dengan penerimaan tanpa syarat suatu tawaran. Apa yang ditawarkan oleh pihak yang satu diterima oleh pihak yang lainnya. Yang ditawarkan dan dirundingkan pada umumnya mengenai syarat-syarat dan obyek perjanjian. Dengan disetujuinya oleh masing-masing pihak wacana syarat dan obyek perjanjian, maka timbullah persetujuan, yang mana persetujuan ini merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian.
c. Ada Tujuan Perjanjian: Tujuan Mengadakan perjanjian terutama untuk memunuhi kebutuhan para pihak itu, kebutuhan mana hanya sanggup dipenuhi jikalau mengadakan perjanjian dengan orang lain. Tujuan itu sifatnya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dihentikan oleh undang-undang.
d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan: Dengan adanya persetujuan, maka timbullah kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian. Misalnya, pembeli berkewajiban membayar harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang.
e. Ada bentuk tertentu, verbal atau tulisan: Bentuk perjanjian perlu ditentukan, alasannya yaitu ada ketentuan undang undang bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian memiliki kekuatan mengikat dan kekuatan bukti. Bentuk tertentu biasanya beruba akta. Perjanjian itu sanggup dibentuk lisan, artinya dengan kata-kata yang terang maksud dan tujuaanya yang dipahami oleh parak pihak itu sudah cukup, kecuali jikalau para pihak menghendaki supaya dibentuk secara tertulis (akta).
f. Ada syarat-syarat tententu sebagai isi perjanjian: Syarat-syarat tersebut biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan menjadikan hak dan kewajiban pokok, contohnya mengenai barangnya, harganya dan juga syarat perhiasan atau tambahan, contohnya mengenai cara pembayaranya, cara penyerahanya, dan sebagainya.
Demikianlah pengertian perjanjian dan unsur-unsur Perjanjian, supaya goresan pena kami di atas sanggup menambah khazanah keilmuan yang berkaitan dengan aturan islam terutama wacana perjanjian.