Yang Dimaksud Pengertian Asuransi
Asuransi yakni istilah yang dipakai untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana sumbangan finansial (atau ganti rugi secara fina...
https://tutorialcarapintar.blogspot.com/2019/02/yang-dimaksud-pengertian-asuransi.html
Asuransi yakni istilah yang dipakai untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana sumbangan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak sanggup diduga yang sanggup terjadi ibarat kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin sumbangan tersebut.
Asuransi (insurance) sebagai diistilakan dengan ”pertanggungan”, adapun pengertiannya sanggup ditemukan dalam ketentuan pasal 1 Undang-Undang no 2 tahun 1992 perihal perjuangan perasuransian. Dalam UU didenifisikan bahwa ”asuransi atau pertanggungan yakni perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan mendapatkan premi, untuk memperlihatkan penggantian kepada tertanggung alasannya kerugian, kerusakan atau kehilangan laba yang diharapkan, atau tanggung jawab aturan kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu kejadian yang tidak pasti, atau untuk memperlihatkan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Ketentuan pasal 1 angka (1) Undang-Undang no 2 tahun 1992 ini meliputi dua jenis asuransi, yaitu; asuransi kerugian (loss insurance) dan asuransi jumlah (sum insurance) yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial.
Usaha asuransi didefinisikan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Pasal 2 karakter (a) perihal perjuangan perasuransian yaitu perjuangan jasa keuangan yang menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memperlihatkan sumbangan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian alasannya suatu kejadian yang tidak niscaya atau terhadap hidup atau matinya seseorang.
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa, maka fokus pembahasan diarahkan pada jenis asuransi butir (b). Apabila rumusan pasal 1 Undang-Undang No. 2 tahun 1992 disempitkan hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka rumusannya adalah, ”asuransi jiwa yakni perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapatkan premi, untuk memperlihatkan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan”.
Definisi Asuransi berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), perihal asuransi atau pertanggungan dalam Pasal 246 yaitu:
“Asuransi atau Pertanggungan yakni perjanjian dimana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapatkan premi untuk memperlihatkan pergantian kepadanya alasannya kerugian, kerusakkan atau kehilangan laba yang mungkin dideritanya jawaban dari suatu evenemen.”
Istilah perasuransian melingkupi aktivitas perjuangan yang bergerak dibidang perjuangan asuransi dan perjuangan penunjang perjuangan asuransi. Pasal 3 karakter (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 perihal perjuangan asuransi dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Usaha asuransi kerugian yang memperlihatkan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab aturan kepada pihak ketiga, yang timbul dari kejadian tidak pasti.
b. Usaha asuransi jiwa yang memperlihatkan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup dan meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
c. Usaha reasuransi yang memperlihatkan jasa dalam asuransi ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan asuransi jiwa.
Dalam aturan asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung yakni pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jikalau terjadi evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau jikalau berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi Jiwa yang memperlihatkan jasa dalam penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan.
Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan tubuh aturan milik swasta atau tubuh aturan milik negara.
Asuransi sanggup juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party interest theory) dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini sanggup berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau hebat waris tertanggung.
KH. Ahmad Azhar Bsyir, M.A. Mengemukan bahwa perjanjian asuransi yakni hal gres dan belum pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Dan para sahabat serta tabi’ i n.
Kenyataan yang dikemukan di atas memberi interprestasi bahwa bila berbicara perihal dasar aturan perasuransian berdasarkan Syari’at Islam, hanya sanggup dilakukan dengan metode Ijtih ad. Melalui Ijtih ad itu pulalah dicari dan ditetapkan hukumnya, untuk mengambil ketetapan aturan dengan memakai metode Ijtih ad sanggup dipergunakan beberapa cara, antara lain sebagai berikut:
a. Maslahah Mursalah / untuk kemaslahatan umum.
b. Melakukan Interprestasi atau penafsiran aturan secara analogi.
Dengan memakai metode di atas tentunya akan melahirkan pendapat atau pandangan yang berbeda satu sama lain. Tentunya pendapat tersebut akan dipengaruhi oleh referensi pikir masing-masing ahli. Demikian pula pemakain qiyas sebagai landasan aturan harus memenuhi syarat rukun, di antaranya terpenting yakni adanya persamaan illat hukumnya (motif hukum) antara persoalan gres yang sedang dicari hukumnya dengan persoalan pokok yang sudah ada ditetapkan hukumnya.
Seorang muslim harus bijaksana menghadapi persoalan perbedaan pendapat (khilafiyah), ibarat persoalan asuransi ini, harus menentukan salah satu dari pendapat-pandapat ulama yang dipandang paling berpengaruh dalil atau argumentasinya, baik pendapat yang dipilih ringan atau berat untuk dilaksanakan, dan harus meninggalkan pendapat yang masih meragukan, tapi harus bersikap tolerans terhadap sesama muslim yang berbeda pendapatnya.
Sumber:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 perihal Perasuransian
2. Abdulkadir Muhammad, 2011, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 6.
3. Abdulkadir Muhammad, 2011, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 23
Asuransi (insurance) sebagai diistilakan dengan ”pertanggungan”, adapun pengertiannya sanggup ditemukan dalam ketentuan pasal 1 Undang-Undang no 2 tahun 1992 perihal perjuangan perasuransian. Dalam UU didenifisikan bahwa ”asuransi atau pertanggungan yakni perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan mendapatkan premi, untuk memperlihatkan penggantian kepada tertanggung alasannya kerugian, kerusakan atau kehilangan laba yang diharapkan, atau tanggung jawab aturan kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu kejadian yang tidak pasti, atau untuk memperlihatkan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Ketentuan pasal 1 angka (1) Undang-Undang no 2 tahun 1992 ini meliputi dua jenis asuransi, yaitu; asuransi kerugian (loss insurance) dan asuransi jumlah (sum insurance) yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial.
Usaha asuransi didefinisikan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Pasal 2 karakter (a) perihal perjuangan perasuransian yaitu perjuangan jasa keuangan yang menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memperlihatkan sumbangan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian alasannya suatu kejadian yang tidak niscaya atau terhadap hidup atau matinya seseorang.
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa, maka fokus pembahasan diarahkan pada jenis asuransi butir (b). Apabila rumusan pasal 1 Undang-Undang No. 2 tahun 1992 disempitkan hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka rumusannya adalah, ”asuransi jiwa yakni perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapatkan premi, untuk memperlihatkan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan”.
Asuransi |
“Asuransi atau Pertanggungan yakni perjanjian dimana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mendapatkan premi untuk memperlihatkan pergantian kepadanya alasannya kerugian, kerusakkan atau kehilangan laba yang mungkin dideritanya jawaban dari suatu evenemen.”
Istilah perasuransian melingkupi aktivitas perjuangan yang bergerak dibidang perjuangan asuransi dan perjuangan penunjang perjuangan asuransi. Pasal 3 karakter (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 perihal perjuangan asuransi dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Usaha asuransi kerugian yang memperlihatkan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab aturan kepada pihak ketiga, yang timbul dari kejadian tidak pasti.
b. Usaha asuransi jiwa yang memperlihatkan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup dan meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
c. Usaha reasuransi yang memperlihatkan jasa dalam asuransi ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan asuransi jiwa.
Dalam aturan asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung yakni pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jikalau terjadi evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau jikalau berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi Jiwa yang memperlihatkan jasa dalam penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan.
Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan tubuh aturan milik swasta atau tubuh aturan milik negara.
Asuransi sanggup juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party interest theory) dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini sanggup berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau hebat waris tertanggung.
KH. Ahmad Azhar Bsyir, M.A. Mengemukan bahwa perjanjian asuransi yakni hal gres dan belum pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW. Dan para sahabat serta tabi’ i n.
Kenyataan yang dikemukan di atas memberi interprestasi bahwa bila berbicara perihal dasar aturan perasuransian berdasarkan Syari’at Islam, hanya sanggup dilakukan dengan metode Ijtih ad. Melalui Ijtih ad itu pulalah dicari dan ditetapkan hukumnya, untuk mengambil ketetapan aturan dengan memakai metode Ijtih ad sanggup dipergunakan beberapa cara, antara lain sebagai berikut:
a. Maslahah Mursalah / untuk kemaslahatan umum.
b. Melakukan Interprestasi atau penafsiran aturan secara analogi.
Dengan memakai metode di atas tentunya akan melahirkan pendapat atau pandangan yang berbeda satu sama lain. Tentunya pendapat tersebut akan dipengaruhi oleh referensi pikir masing-masing ahli. Demikian pula pemakain qiyas sebagai landasan aturan harus memenuhi syarat rukun, di antaranya terpenting yakni adanya persamaan illat hukumnya (motif hukum) antara persoalan gres yang sedang dicari hukumnya dengan persoalan pokok yang sudah ada ditetapkan hukumnya.
Seorang muslim harus bijaksana menghadapi persoalan perbedaan pendapat (khilafiyah), ibarat persoalan asuransi ini, harus menentukan salah satu dari pendapat-pandapat ulama yang dipandang paling berpengaruh dalil atau argumentasinya, baik pendapat yang dipilih ringan atau berat untuk dilaksanakan, dan harus meninggalkan pendapat yang masih meragukan, tapi harus bersikap tolerans terhadap sesama muslim yang berbeda pendapatnya.
Sumber:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 perihal Perasuransian
2. Abdulkadir Muhammad, 2011, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 6.
3. Abdulkadir Muhammad, 2011, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 23