Yang Dimaksud Pengertian Kemiskinan
Pengertian Kemiskinan - Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “miskin”diartikan sebagai tidak berharta benda, serba kekurangan (berpengha...
https://tutorialcarapintar.blogspot.com/2019/02/yang-dimaksud-pengertian-kemiskinan.html
Pengertian Kemiskinan - Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “miskin”diartikan sebagai tidak berharta benda, serba kekurangan (berpenghasilan rendah). Namun sebelum lebih lanjut menguraikan pengertian kemiskinan, maka apa yang penulis jelaskan disini bukanlah pengertian yang bersifat final. Artinya, bahwa dalam memperlihatkan sebuah pengertian ihwal suatu duduk kasus bisa saja berbeda-beda, lantaran suatu definisi tersebut dipengaruhi oleh latar belakang ilmu pengetahuannya dan pengalaman yang dihadapinya oleh masing-masing orang. Oleh lantaran itu, tidak gampang untuk membangun pengertian kemiskinan lantaran menyangkut banyak sekali macam dimensi. Dimensi kemiskinan sanggup diidentifikasi berdasarkan ekonomi, budaya / sosial dan politik. Namun kemiskinan yang dimaksud disini lebih menitikberatkan dalam aspek ekonomi, yaitu keadaan serba kekurangan dalam hal material.
Secara umum ada dua cara orang memandang kemiskinan. Sebagian orang beropini bahwa kemiskinan ialah proses, sedangkan sebagian lagi memandang kemiskinan ialah sebagai jawaban atau fenomena di dalam masyarakat.
Sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil kepada anggota masyarakat. Dengan demikian kemiskinan sanggup dipandang pula sebagai salah satu jawaban kegagalan kelembagaan pasar (bebas) dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatassecara adil kepada seluruh anggota masyarakat. Pandangan ini mengemukakan konsep ihwal kemiskinan relatif atau yang sering pula dikenal sebagai kemiskinan struktural.
Pandangan ihwal kemiskinan sebagai suatu jawaban / fenomena atau tanda-tanda dari suatu masyarakat melahirkan konsep kemiskinan absolut. Sejalan dengan konsep diktatorial ini, maka Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan suatu individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Walaupun secara sepintas ada perbedaan pandangan ihwal definisi kemiskinan, tetapi jikalau dilihat kekerabatan lantaran jawaban dari kemiskinan itu, maka kesimpulannya bahwa kedua konsep kemiskinan tersebut tidak sanggup dipisahkan. Apabila dalam suatu masyarakat terjadi ketidakadilan dalam pembagian kekayaan, maka sebagian anggota masyarakat yang posisinya lemah akan mendapatkan kepingan kekayaan terkecil. Oleh lantaran itu golongan masyarakat yang lemah ini akan mempunyai posisi yang lemah dalam memilih pembagian kekayaan di dalam masyarakat tersebut.
Ada empat kerangka teoritis ihwal faktor-faktor yang kuat terhadap kemiskinan:
1. Kemiskinan dilihat sebagai produk kegagalan individu dan perilaku yang menghambat niat memperbaiki nasib. Perspektif ini diambil dari pemikiran Banfield.
2. Kemiskinan merupakan jawaban dari adanya kebudayaan kemiskinan. Kebudayaan tersebut mencakup sistem kepercayaan fatalistik, kurang bisa mengendalikan diri, berorientasi pada masa sekarang, tidak bisa menunda kenikmatan atau gagal melaksanakan rencana demi masa depan dan kurang bisa memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Perspektif ini di dasarkan atas karya Oscar Lewis.
3. Kemiskinan merupakan jawaban dari kurang tersedianya kesempatan untuk maju. Seseorang menjadi miskin lantaran kurang mempunyai ketrampilan atau pendidikan tertentu. Pemikiran tersebut di dasarkan atas karya Campbell dan Burkhead.
4. Kemiskinan dilihat dari sudut pandang Karl Marx, yaitu kemiskinan merupakan jawaban ulah kaum kapitalisdalam masyarakat melalui proses ekploitasi.
Perspektif pertama dan kedua cenderung digolongkan dalam kelompok onsevatif lantaran selalu mengkambing hitamkan kaum miskin sebagai sumber kemiskinan. Kedua pandangan ini diklasifikasikan kedalam paradigma “kulturalis”.
Perspektif ketiga dianggap sebagai pencerminan dari fatwa liberal lantaran mereka melihat bahwa kemiskinan berasal dari ketidakmampuan struktur yang ada dalam masyarakat. Sementara pandangan keempat berusaha memojokkan kaum kapitalis sebagai penyebab kemiskinan, lantaran itu disebut sebagai fatwa radikal. Kedua pandangan terakhir ini dikelompokkan kedalam paradigma “strukturalis”.
Di Indonesia pandangan ihwal paradigma kulturalis dan strukturalis sanggup dilihat dari pendapat Lukman Sutrisno, yaitu pandangan agrarian populistdimana negara manjadi penyebab utama kemiskinan dan pandangan budaya dimana orang menjadi miskin lantaran pendapatan yang rendah, tidak mempunyai etos kerja yang tinggi, jiwa wiraswasta dan rendahnya pendidikan.
Kemiskinan berdasarkan pendekatan ilmu sosial sanggup diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak bisa memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut Emil Salim beropini bahwa “mereka dikatakan di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling fundamental dan pokok menyerupai sandang, pangan, papan dan lain-lain.
Selanjutnya Gunawan Sumodiningrat membedakan kemiskinan kedalam tiga pengertian, yaitu:
a) Kemiskinan Absolut
Seseorang dikatakan miskin secara diktatorial apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kabutuhan minimum, antara lain kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja. Rendahnya tingkat pendapatan itu terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin lantaran karena alami.
b) Kemiskinan Struktural
Adalah pendapatan seseorang yang sudah diatas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah disbanding pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan relatif erat hubungannya dengan duduk kasus pembangunan yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan. Kemiskinan ini disebabkan oleh kondisi alam yang tidak menguntungkan sehingga masyarakat tidak sanggup memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk mencapai kesejahteraan. Kondisi alam yang kurang menguntungkan berupa tanah yang tandus, letak kawasan yang terpencil, tidak adanya sumber mineral dan non mineral, serta miskinnya fasilitas-fasilitas publik yang dibutuhkan.
c) Kemiskinan Kultural
Kemiskinan ini mengacu pada perilaku seseorang atau masyarakat yang (disebabkan oleh faktor budaya) tidak mau berurusan untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada perjuangan dari pihak luar untuk membantunya. Kemiskinan ini terjadi lantaran etika istiadat atau budaya yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Kebiasaan masyarakat yang merasa cepat puas akan sesuatu yang telah dicapai, sifat bermalas-malasan dan cara berpikir yang kurang rasional sanggup menimbulkan terjadinya kemiskinan.
Menurut Mohtar Mas’oed berdasarkan penyebabnya kemiskinan sanggup dibedakan dalam dua jenis, yakni:
1) Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan ini timbul jawaban kelangkaan sumber-sumber daya alam, kondisi tanah yang tandus, tidak ada pengairan dan kelangkaan prasarana.
2) Kemiskinan Buatan
Kemiskinan ini timbul jawaban munculnya kelembagaan (seringkali jawaban modernisasi atau pembangunan itu sendiri) yang menciptakan anggauta masyarakat tidak sanggup menguasai sumber daya, sarana dan akomodasi ekonomi yang ada secara merata (atau disebut juga kemiskinan struktural).
Maka ciri-ciri masyarakat miskin sanggup dilihat sebagai berikut:
- Secara politik, tidak mempunyai susukan ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka.
- Secara sosial, tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada.
- Secara ekonomi, rendahnya kualitas sumber daya insan termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada penghasilan.
- Secara budaya dan tata nilai, terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas sumber daya insan menyerupai rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme.
- Secara lingkungan hidup, rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup, menyerupai air higienis dan penerangan.
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya “Sosiologi Suatu Pengantar” menjelaskan bahwa kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak bisa memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Sementara itu, berdasarkan Abdul Syani dalam bukunya Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan menjelaskan bahwa kemiskinan ialah sebagai suatu keadaan dimana seseorang, keluarga atau anggota masyarakatnya tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak atau masuk akal sebagaimana anggota masyarakat lain pada umumnya.
Kemiskinan juga sanggup diartikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan bahan pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Atau sanggup diartikan sebagai kondisi dimana terdapat kekurangan pendapatan (insuffiency of income) atau tidak tersedianya susukan (lack of acces) barang-barang atau jasa-jasa kebutuhan dasar tertentu bagi keluarga atau perorangan yang membutuhkannya.
Makara kemiskinan disebabkan lantaran kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dengan kata lain, kemiskinan yang dialami seseorang apabila pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok menyerupai sandang, pangan, papan dan lain-lain.
Secara ekonomi, kemiskinan sanggup diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang sanggup dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Kemiskinan ini sanggup diukur secara eksklusif dengan menetapkan persediaan sumber daya yang tersedia pada kelompok itu dan membandingkannya dengan ukuran baku. Sumber daya yang dimaksud dalam pengertian finansial, tetapi perlu mempertimbangkan semua jenis kekayaan (wealth) yang sanggup meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Terlepas dari faktor-faktor penyebabnya, disetiap masyarakat selalu terdapat sekelompok orang yang tergolong sebagai kelompok miskin. Tanpa tunjangan dari pemerintah maupun masyarakat, kelompok tersebut tidak akan sanggup menikmati kesejahteraan sosial yang paling minimal sekalipun. Kelompok masyarakat miskin ialah merupakan kepingan dari masyarakat rentan. Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling dasar dan pokok, contohnya menyerupai yang tadi diatas sudah dijelaskan yaitu maslah sandang pangan dan papan.
Sedangkan substansi kemiskinan yaitu kondisi depresi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar tadi. Dalam syariat Islam, ukuran kemiskinan ialah kurang lebih satu nishob zakat.Maka duduk kasus kemiskinan ialah duduk kasus pemenuhan kebutuhan dasar dan duduk kasus budaya. Orang menjadi miskin lantaran tidak mempunyai etos kerja yang tinggi, tidak mempunyai jiwa wiraswasta dan pendidikan yang rendah. Menurut Combers bahwa inti dari duduk kasus kemiskinan terletak pada apa yang disebut sebagai jebakan kekurangan. Jebakan kekurangan itu terdiri dari lima ketidak beruntungan yang melilit kehidupan keluarga miskin, diantaranya adalah; kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan, kerentanan dan ketidak berdayaan.
Dari lima ketidak beruntungan tersebut, maka yang harus diperhatikan oleh keluarga miskin yang biasa dihadapannya yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan. Pertama, kemiskinan ialah duduk kasus kerentanan. Hal ini sanggup dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin menghadapi situasi darurat dikala penyakit menyerang yang seringkali memaksa mereka mengorbankan harta bendanya yang berharga. Akibatnya mereka semakin dalam memasuki lembah kemiskinan. Kedua, kemiskinan ialah duduk kasus ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan kelompok miskin tercermin dari ketidakmampuan mereka menghadapi elit dan para birokrat dan memilih keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya. Seringkali, kelompok miskin oleh para elit dan birokrat dijadikan sebagai alat untuk menjaring tunjangan yang tidak sanggup mereka nikmati hasilnya. Hal ini sanggup menimbulkan keluarga miskin secara cepat menjadi miskin.
Secara umum ada dua cara orang memandang kemiskinan. Sebagian orang beropini bahwa kemiskinan ialah proses, sedangkan sebagian lagi memandang kemiskinan ialah sebagai jawaban atau fenomena di dalam masyarakat.
Sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil kepada anggota masyarakat. Dengan demikian kemiskinan sanggup dipandang pula sebagai salah satu jawaban kegagalan kelembagaan pasar (bebas) dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatassecara adil kepada seluruh anggota masyarakat. Pandangan ini mengemukakan konsep ihwal kemiskinan relatif atau yang sering pula dikenal sebagai kemiskinan struktural.
Pengertian Kemiskinan |
Pandangan ihwal kemiskinan sebagai suatu jawaban / fenomena atau tanda-tanda dari suatu masyarakat melahirkan konsep kemiskinan absolut. Sejalan dengan konsep diktatorial ini, maka Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan suatu individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Walaupun secara sepintas ada perbedaan pandangan ihwal definisi kemiskinan, tetapi jikalau dilihat kekerabatan lantaran jawaban dari kemiskinan itu, maka kesimpulannya bahwa kedua konsep kemiskinan tersebut tidak sanggup dipisahkan. Apabila dalam suatu masyarakat terjadi ketidakadilan dalam pembagian kekayaan, maka sebagian anggota masyarakat yang posisinya lemah akan mendapatkan kepingan kekayaan terkecil. Oleh lantaran itu golongan masyarakat yang lemah ini akan mempunyai posisi yang lemah dalam memilih pembagian kekayaan di dalam masyarakat tersebut.
Ada empat kerangka teoritis ihwal faktor-faktor yang kuat terhadap kemiskinan:
1. Kemiskinan dilihat sebagai produk kegagalan individu dan perilaku yang menghambat niat memperbaiki nasib. Perspektif ini diambil dari pemikiran Banfield.
2. Kemiskinan merupakan jawaban dari adanya kebudayaan kemiskinan. Kebudayaan tersebut mencakup sistem kepercayaan fatalistik, kurang bisa mengendalikan diri, berorientasi pada masa sekarang, tidak bisa menunda kenikmatan atau gagal melaksanakan rencana demi masa depan dan kurang bisa memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Perspektif ini di dasarkan atas karya Oscar Lewis.
3. Kemiskinan merupakan jawaban dari kurang tersedianya kesempatan untuk maju. Seseorang menjadi miskin lantaran kurang mempunyai ketrampilan atau pendidikan tertentu. Pemikiran tersebut di dasarkan atas karya Campbell dan Burkhead.
4. Kemiskinan dilihat dari sudut pandang Karl Marx, yaitu kemiskinan merupakan jawaban ulah kaum kapitalisdalam masyarakat melalui proses ekploitasi.
Perspektif pertama dan kedua cenderung digolongkan dalam kelompok onsevatif lantaran selalu mengkambing hitamkan kaum miskin sebagai sumber kemiskinan. Kedua pandangan ini diklasifikasikan kedalam paradigma “kulturalis”.
Perspektif ketiga dianggap sebagai pencerminan dari fatwa liberal lantaran mereka melihat bahwa kemiskinan berasal dari ketidakmampuan struktur yang ada dalam masyarakat. Sementara pandangan keempat berusaha memojokkan kaum kapitalis sebagai penyebab kemiskinan, lantaran itu disebut sebagai fatwa radikal. Kedua pandangan terakhir ini dikelompokkan kedalam paradigma “strukturalis”.
Di Indonesia pandangan ihwal paradigma kulturalis dan strukturalis sanggup dilihat dari pendapat Lukman Sutrisno, yaitu pandangan agrarian populistdimana negara manjadi penyebab utama kemiskinan dan pandangan budaya dimana orang menjadi miskin lantaran pendapatan yang rendah, tidak mempunyai etos kerja yang tinggi, jiwa wiraswasta dan rendahnya pendidikan.
Kemiskinan berdasarkan pendekatan ilmu sosial sanggup diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak bisa memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut Emil Salim beropini bahwa “mereka dikatakan di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling fundamental dan pokok menyerupai sandang, pangan, papan dan lain-lain.
Selanjutnya Gunawan Sumodiningrat membedakan kemiskinan kedalam tiga pengertian, yaitu:
a) Kemiskinan Absolut
Seseorang dikatakan miskin secara diktatorial apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kabutuhan minimum, antara lain kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja. Rendahnya tingkat pendapatan itu terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin lantaran karena alami.
b) Kemiskinan Struktural
Adalah pendapatan seseorang yang sudah diatas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah disbanding pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan relatif erat hubungannya dengan duduk kasus pembangunan yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan. Kemiskinan ini disebabkan oleh kondisi alam yang tidak menguntungkan sehingga masyarakat tidak sanggup memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk mencapai kesejahteraan. Kondisi alam yang kurang menguntungkan berupa tanah yang tandus, letak kawasan yang terpencil, tidak adanya sumber mineral dan non mineral, serta miskinnya fasilitas-fasilitas publik yang dibutuhkan.
c) Kemiskinan Kultural
Kemiskinan ini mengacu pada perilaku seseorang atau masyarakat yang (disebabkan oleh faktor budaya) tidak mau berurusan untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada perjuangan dari pihak luar untuk membantunya. Kemiskinan ini terjadi lantaran etika istiadat atau budaya yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Kebiasaan masyarakat yang merasa cepat puas akan sesuatu yang telah dicapai, sifat bermalas-malasan dan cara berpikir yang kurang rasional sanggup menimbulkan terjadinya kemiskinan.
Menurut Mohtar Mas’oed berdasarkan penyebabnya kemiskinan sanggup dibedakan dalam dua jenis, yakni:
1) Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan ini timbul jawaban kelangkaan sumber-sumber daya alam, kondisi tanah yang tandus, tidak ada pengairan dan kelangkaan prasarana.
2) Kemiskinan Buatan
Kemiskinan ini timbul jawaban munculnya kelembagaan (seringkali jawaban modernisasi atau pembangunan itu sendiri) yang menciptakan anggauta masyarakat tidak sanggup menguasai sumber daya, sarana dan akomodasi ekonomi yang ada secara merata (atau disebut juga kemiskinan struktural).
Maka ciri-ciri masyarakat miskin sanggup dilihat sebagai berikut:
- Secara politik, tidak mempunyai susukan ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka.
- Secara sosial, tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada.
- Secara ekonomi, rendahnya kualitas sumber daya insan termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada penghasilan.
- Secara budaya dan tata nilai, terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas sumber daya insan menyerupai rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme.
- Secara lingkungan hidup, rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup, menyerupai air higienis dan penerangan.
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya “Sosiologi Suatu Pengantar” menjelaskan bahwa kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak bisa memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Sementara itu, berdasarkan Abdul Syani dalam bukunya Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan menjelaskan bahwa kemiskinan ialah sebagai suatu keadaan dimana seseorang, keluarga atau anggota masyarakatnya tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak atau masuk akal sebagaimana anggota masyarakat lain pada umumnya.
Kemiskinan juga sanggup diartikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan bahan pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Atau sanggup diartikan sebagai kondisi dimana terdapat kekurangan pendapatan (insuffiency of income) atau tidak tersedianya susukan (lack of acces) barang-barang atau jasa-jasa kebutuhan dasar tertentu bagi keluarga atau perorangan yang membutuhkannya.
Makara kemiskinan disebabkan lantaran kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dengan kata lain, kemiskinan yang dialami seseorang apabila pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok menyerupai sandang, pangan, papan dan lain-lain.
Secara ekonomi, kemiskinan sanggup diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang sanggup dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Kemiskinan ini sanggup diukur secara eksklusif dengan menetapkan persediaan sumber daya yang tersedia pada kelompok itu dan membandingkannya dengan ukuran baku. Sumber daya yang dimaksud dalam pengertian finansial, tetapi perlu mempertimbangkan semua jenis kekayaan (wealth) yang sanggup meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Terlepas dari faktor-faktor penyebabnya, disetiap masyarakat selalu terdapat sekelompok orang yang tergolong sebagai kelompok miskin. Tanpa tunjangan dari pemerintah maupun masyarakat, kelompok tersebut tidak akan sanggup menikmati kesejahteraan sosial yang paling minimal sekalipun. Kelompok masyarakat miskin ialah merupakan kepingan dari masyarakat rentan. Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling dasar dan pokok, contohnya menyerupai yang tadi diatas sudah dijelaskan yaitu maslah sandang pangan dan papan.
Sedangkan substansi kemiskinan yaitu kondisi depresi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar tadi. Dalam syariat Islam, ukuran kemiskinan ialah kurang lebih satu nishob zakat.Maka duduk kasus kemiskinan ialah duduk kasus pemenuhan kebutuhan dasar dan duduk kasus budaya. Orang menjadi miskin lantaran tidak mempunyai etos kerja yang tinggi, tidak mempunyai jiwa wiraswasta dan pendidikan yang rendah. Menurut Combers bahwa inti dari duduk kasus kemiskinan terletak pada apa yang disebut sebagai jebakan kekurangan. Jebakan kekurangan itu terdiri dari lima ketidak beruntungan yang melilit kehidupan keluarga miskin, diantaranya adalah; kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan, kerentanan dan ketidak berdayaan.
Dari lima ketidak beruntungan tersebut, maka yang harus diperhatikan oleh keluarga miskin yang biasa dihadapannya yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan. Pertama, kemiskinan ialah duduk kasus kerentanan. Hal ini sanggup dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin menghadapi situasi darurat dikala penyakit menyerang yang seringkali memaksa mereka mengorbankan harta bendanya yang berharga. Akibatnya mereka semakin dalam memasuki lembah kemiskinan. Kedua, kemiskinan ialah duduk kasus ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan kelompok miskin tercermin dari ketidakmampuan mereka menghadapi elit dan para birokrat dan memilih keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya. Seringkali, kelompok miskin oleh para elit dan birokrat dijadikan sebagai alat untuk menjaring tunjangan yang tidak sanggup mereka nikmati hasilnya. Hal ini sanggup menimbulkan keluarga miskin secara cepat menjadi miskin.