Yang Dimaksud Pengertian Pembuktian
Pengertian Pembuktian - Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa, “Bukti ialah tanda yang sanggup membenarkan apa yang dik...

https://tutorialcarapintar.blogspot.com/2019/02/yang-dimaksud-pengertian-pembuktian.html
Menurut Andi Hamzah menyebutkan bahwa, “Sistem ini dianut oleh peradilan jury di Prancis. Praktek peradilan jury di Prancis menciptakan pertimbangan berdasarkan metode ini dan menjadikan banyaknya putusan bebas yang sangat aneh.”
b. Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (Conviction Rasionnee)
Teori ini tetap memakai keyakinan hakim, tetapi keyakinan hakim didasarkan pada alasan-alasan (reasoning) yang rasional. Dalam teori ini hakim tidak lagi mempunyai kebebasan untuk memilih keyakinannya. Keyakinannya harus diikuti dengan alasan-alasan yang mendasari keyakinan itu. Alasan tersebut harus reasonable yakni berdasarkan alasan yang sanggup diterima oleh nalar pikiran. Menurut Andi Hamzah hakim sanggup memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.
Teori ini tidak menyebutkan adanya alat-alat bukti yang sanggup dipakai dalam memilih kesalahan terdakwa selain dari keyakinan hakim semata-mata. Dengan demikian, sanggup dikatakan bahwa teori ini hampir sama dengan teori pembuktian conviction intime yakni sama-sama memakai keyakinan hakim, perbedaannya terletak pada ada tidaknya alasan yang rasional yang mendasari keyakinan hakim. Hal ini mengambarkan teori pembuktian dengan alasan yang logis lebih maju bila dibandingkan teori keyakinan hakim.
c. Teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif (Positief wettelijk bewijstheorie)
Pembuktian berdasarkan teori ini dilakukan dengan memakai alat-alat bukti yang sebelumnya telah ditentukan dalam undang-undang. Untuk memilih ada tidaknya kesalahan seseorang, hakim harus mendasarkan pada alat-alat bukti tersebut di dalam undang-undang. Jika alat-alat bukti tersebut telah terpenuhi, hakim sudah cukup beralasan untuk menjatuhkan putusannya tanpa harus timbul keyakinan terlebih dahulu atas kebenaran alat-alat bukti yang ada.
b. Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (Conviction Rasionnee)
Teori ini tetap memakai keyakinan hakim, tetapi keyakinan hakim didasarkan pada alasan-alasan (reasoning) yang rasional. Dalam teori ini hakim tidak lagi mempunyai kebebasan untuk memilih keyakinannya. Keyakinannya harus diikuti dengan alasan-alasan yang mendasari keyakinan itu. Alasan tersebut harus reasonable yakni berdasarkan alasan yang sanggup diterima oleh nalar pikiran. Menurut Andi Hamzah hakim sanggup memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.
Teori ini tidak menyebutkan adanya alat-alat bukti yang sanggup dipakai dalam memilih kesalahan terdakwa selain dari keyakinan hakim semata-mata. Dengan demikian, sanggup dikatakan bahwa teori ini hampir sama dengan teori pembuktian conviction intime yakni sama-sama memakai keyakinan hakim, perbedaannya terletak pada ada tidaknya alasan yang rasional yang mendasari keyakinan hakim. Hal ini mengambarkan teori pembuktian dengan alasan yang logis lebih maju bila dibandingkan teori keyakinan hakim.
c. Teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif (Positief wettelijk bewijstheorie)
Pembuktian berdasarkan teori ini dilakukan dengan memakai alat-alat bukti yang sebelumnya telah ditentukan dalam undang-undang. Untuk memilih ada tidaknya kesalahan seseorang, hakim harus mendasarkan pada alat-alat bukti tersebut di dalam undang-undang. Jika alat-alat bukti tersebut telah terpenuhi, hakim sudah cukup beralasan untuk menjatuhkan putusannya tanpa harus timbul keyakinan terlebih dahulu atas kebenaran alat-alat bukti yang ada.
Menurut D. Simons, sebagaimana dikutip Andi Hamzah (Makarao dan Suhasril 2010: 104) mengatakan, “Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif (positief wettelijk) ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subyektif hakim dan mengikat hakim secara ketat berdasarkan peraturan-peraturan pembuktian yang keras.”
Keuntungan dari teori ini yaitu sanggup mempercepat penyelesaian kasus dan bagi kasus pidana yang ringan sanggup memudahkan hakim mengambil keputusan sebab resiko kekeliruan kemungkinan kecil sekali.
d. Teori pembuktian berdasar undang-undang secara negatif (negatief wettelijk bewisjtheorie)
Pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif ialah pembuktian yang selain memakai alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undang-undang, juga memakai keyakinan hakim. Sekalipun memakai keyakinan hakim, namun keyakinan hakim terbatas pada alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan memakai alat-alat bukti yang tercantum dalam undang-undang dan keyakinan hakim maka teori pembuktian ini sering juga disebut pembuktian berganda (doubelen grondslag).
Menurut Makarao dan Suhasril menyebutkan bahwa: Teori pembuktian ini menekankan kepada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah kemudian keyakinan hakim. Sistem atau teori ini tercantum dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi, hakim dihentikan menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.
Inti dari teori pembuktian ini ialah bahwa hakim dalam memilih terbukti tidaknya perbuatan atau ada tidaknya kesalahan terdakwa harus berdasarkan alat-alat bukti yang tercantum dalam undang-undang dan terhadap alat-alat bukti tersebut hakim mempunyai keyakinan terhadapnya. Jika alat bukti tersebut terpenuhi, tetapi hakim tidakmemperoleh keyakinan terhadapnya, hakim tidak sanggup menjatuhkan putusan yang sifatnya pemidanaan. Sebaliknya, sekalipun hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwa ialah pelaku dan mempunyai kesalahan, tetapi jikalau tidak dilengkapi dengan alat-alat bukti yang sah, ia pun tidak sanggup menjatuhkan putusan pidana, tetapi putusan bebas.
Keuntungan dari teori ini yaitu sanggup mempercepat penyelesaian kasus dan bagi kasus pidana yang ringan sanggup memudahkan hakim mengambil keputusan sebab resiko kekeliruan kemungkinan kecil sekali.
d. Teori pembuktian berdasar undang-undang secara negatif (negatief wettelijk bewisjtheorie)
Pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif ialah pembuktian yang selain memakai alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undang-undang, juga memakai keyakinan hakim. Sekalipun memakai keyakinan hakim, namun keyakinan hakim terbatas pada alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan memakai alat-alat bukti yang tercantum dalam undang-undang dan keyakinan hakim maka teori pembuktian ini sering juga disebut pembuktian berganda (doubelen grondslag).
Menurut Makarao dan Suhasril menyebutkan bahwa: Teori pembuktian ini menekankan kepada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah kemudian keyakinan hakim. Sistem atau teori ini tercantum dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi, hakim dihentikan menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.
Inti dari teori pembuktian ini ialah bahwa hakim dalam memilih terbukti tidaknya perbuatan atau ada tidaknya kesalahan terdakwa harus berdasarkan alat-alat bukti yang tercantum dalam undang-undang dan terhadap alat-alat bukti tersebut hakim mempunyai keyakinan terhadapnya. Jika alat bukti tersebut terpenuhi, tetapi hakim tidakmemperoleh keyakinan terhadapnya, hakim tidak sanggup menjatuhkan putusan yang sifatnya pemidanaan. Sebaliknya, sekalipun hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwa ialah pelaku dan mempunyai kesalahan, tetapi jikalau tidak dilengkapi dengan alat-alat bukti yang sah, ia pun tidak sanggup menjatuhkan putusan pidana, tetapi putusan bebas.