Yang Dimaksud Pengertian Toleransi Beragama
Pengertian Toleransi Beragama - Lawan kata "toleransi" yaitu "fanatik". Kata "fanatik" dalam Webster's N...
https://tutorialcarapintar.blogspot.com/2019/02/yang-dimaksud-pengertian-toleransi.html
Pengertian Toleransi Beragama - Lawan kata "toleransi" yaitu "fanatik". Kata "fanatik" dalam Webster's New American Dictionary, Fanatic: one who is exaggeratedly zealous for a belief or cause (seorang fanatik: orang yang secara berlebih-lebihan akan suatu kepercayaan atau penyebab), Fanaticism: exaggerated, unreasoning zeal (fanatisme: yang dilebih-lebihkan, semangat omong kosong). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatisme berarti keyakinan (kepercayaan) yang terlalu berpengaruh terhadap anutan (politik, agama dan sebagainya). Dengan singkat, Pius Partanto dan M.Dahlan al-Barry mengartikan fanatisme sebagai kekolotan.
Term fanatisme merupakan antonim (lawan kata) dari toleransi, dan kata toleransi dalam Webster's New American Dictionary", diartikan sebagai leberality toward the opinions of others; patience with others, " Maksudnya, memperlihatkan kebebasan (membiarkan) terhadap pendapat orang lain, dan berlaku sabar menghadapi orang lain. W.J.S. Poerwadarminta mengartikan toleransi itu dengan sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dsb) yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri, misalnya: agama (ideologi, ras, dan sebagainya) dalam arti suka rukun kepada siapapun, membiarkan orang beropini atau berpendirian lain, tak mau mengganggu kebebasan berpikir dan berkeyakinan lain. Demikian pula toleransi diartikan sebagai kesabaran, kelapangan dada.
Dengan demikian toleransi merupakan kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan dan sikap yang dimiliki oleh orang lain. Dalam literatur agama (Islam), toleransi disebut sebagai tasamuh artinya ialah sifat atau sikap menghargai, membiarkan, atau membolehkan pendirian (pandangan) orang lain yang bertentangan dengan pandangan kita.
Dalam suatu hadis ditegaskan:
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: ―aku wasiatkan kepada kau sekalian semoga kau selalu bertakwa kepada Allah dan berlaku baik terhadap setiap muslim. Perangilah dengan nama Allah di jalan Allah setiap orang yang ingkar kepada Allah. Jangan kau berkhianat, jangan kanu berlaku kejam, dan jangan kau bunuh anak kecil, kaum perempuan maupun orang renta bangka. Jangan kau bunuh orang yang mengasingkan dirinya dalam kuilnya dan jangan kau rusak pohon kurma, pohon-pohon lainnya dan jangan kau hancurkan rumah. (H.R. al-Bukhari)
Sebagai prinsip metodologis, toleransi ialah penerimaan terhadap yang tampak hingga kepalsuannya tersingkap. Toleransi relevan dengan epistemologi. la juga relevan dengan etika sebagai prinsip mendapatkan apa yang dikehendaki hingga ketaklayakannya tersingkap. Toleransi ialah keyakinan bahwa keanekaragaman agama terjadi sebab sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinya, kondisi ruang dan waktunya berbeda, prasangka, cita-cita dan kepentingannya. Di balik keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif, agama fitrah Allah, yang mana insan lahir bersamanya sebelum akulturasi menciptakan insan menganut agama ini atau itu.
Dilihat dari perspektif agama, umur agama setua dengan umur manusia. Tidak ada suatu masyarakat insan yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Agama ada intinya merupakan aktualisasi dari kepercayaan perihal adanya kekuatan mistik dan supranatural yang biasanya disebut sebagai Tuhan dengan segala konsekuensinya. Atau sebaliknya, agama yang ajaran-ajarannya teratur dan tersusun rapi serta sudah baku itu merupakan perjuangan untuk melembagakan sistem kepercayaan, membangun sistem nilai kepercayaan, upacara dan segala bentuk aturan atau isyarat etik yang berusaha mengarahkan penganutnya mendapatkan rasa kondusif dan tentram.
Mengenai arti agama secara etimologi terdapat perbedaan pendapat, di antaranya ada yang mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : ―a berarti tidak dan ―gama berarti kacau, jadi berarti tidak kacau. Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasa Arab) dalam bahasa Eropa disebut ― religi”, religion (bahasa Inggris), la religion (bahasa Perancis), the religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasa Jerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit berarti undang-undang (hukum), sedang kata diin dalam bahasa Arab berarti menguasi, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.
Meskipun terdapat perbedaan makna secara etimologi antara diin dan agama, namun umumnya kata diin sebagai istilah teknis diterjemahkan dalam pengertian yang sama dengan ―agama. Kata agama selain disebut dengan kata diin sanggup juga disebut syara, syari’at/millah. Terkadang syara itu dinamakan juga addiin/millah. Karena aturan itu wajib dipatuhi, maka disebut addin dan sebab aturan itu dicatat serta dibukukan, dinamakan millah. Kemudian sebab aturan itu wajib dijalankan, maka dinamakan syara.
Dari pengertian agama dalam banyak sekali bentuknya itu maka terdapat bermacam-macam definisi agama. Harun Nasution telah mengumpulkan delapan macam definisi agama yaitu:
1. Pengakuan terhadap adanya kekerabatan insan dengan kekuatan mistik yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan mistik yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung legalisasi pada suatu sumber yang berada di luar diri insan dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan mistik yang menjadikan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laris yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan mistik yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada insan melalui seorang Rasul.
Adapun duduk kasus asal mula dan inti dari suatu unsur universal agama itu, tegasnya duduk kasus mengapakah insan percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi daripadanya, dan duduk kasus mengapakah insan melaksanakan banyak sekali hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari kekerabatan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para mahir pikir semenjak lama. Mengenai soal itu ada banyak sekali pendirian dan teori yang berbeda-beda. Teori-teori yang terpenting adalah:
a. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi itu terjadi sebab insan mulai sadar akan adanya faham jiwa.
b. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi itu terjadi sebab insan mengakui adanya banyak tanda-tanda yang tidak sanggup diterangkan dengan akalnya.
c. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia.
d. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi terjadi sebab kejadian-kejadian yang luar biasa dalam hidupnya, dan dalam alam sekelilingnya.
e. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi terjadi sebab suatu getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa insan sebagai akhir dari imbas rasa kesatuan sebagai warga masyarakatnya.
f. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi terjadi sebab insan menerima suatu firman dari Tuhan.
Setiap agama mempunyai kebenaran, keyakinan perihal yang benar itu didasarkan kepada Tuhan sebagai satu-satunya sumber kebenaran. Dalam tataran sosiologis, klaim kebenaran bermetamorfosis simbol agama ya ng dipahami secara subjektif oleh setiap pemeluk agama. Sering tampak ke permukaan yaitu terjadinya konflik antaragama sebagai akhir kesenjangan ekonomi, perbedaan kepentingan politik, ataupun perbedaan etnis.
Pluralitas insan mengakibatkan wajah kebenaran itu tampil beda dikala akan dimaknai dan dibahasakan. Sebab, perbedaan ini tidak sanggup dilepaskan begitu saja dari banyak sekali rujukan dan latar belakang yang diambil peyakin — dari konsepsi ideal turun ke bentuk-bentuk normatif yang bersifat kultural. Hal ini yang biasanya digugat oleh banyak sekali gerakan keagamaan (harakah) pada umumnya. Sebab, mereka mengklaim telah memahami,memiliki, dan bahkan menjalankan nilai-nilai suci itu secara murni dan konsekuen. Keyakinan tersebut menjadi legitimasi dari semua sikap pemaksaan konsep-konsep gerakannya kepada insan lain yang berbeda keyakinan dan pemahaman dengan mereka. Armahedi Mahzar sebagaimana dikutip Adeng Muchtar Ghazali menyebutkan bahwa absolutisme, eksklusivisme, fanatisme, ekstrimisme, dan agresivisme ialah "penyakit" yang biasanya menghinggapi aktifis gerakan keagamaan. Absolutisme adalahkesombongan intelektual; eksklusivisme adalah kesombongan sosial; fanatisme ialah kesombongan emosional; ekstremisme ialah berlebih-lebihan dalam bersikap; dan agresivisme ialah berlebih-lebihan dalam melaksanakan tindakan fisik. Tiga penyakit pertama adalah wakil resmi kesombongan (ujub). Dua penyakit terakhir ialah wakil resmi sifat berlebih-lebihan.
Toleransi merupakan salah satu tata pikir yang diajarkan oleh Islam, terutama toleransi mengenai beragama. Salah satu anutan Islam yang digariskan oleh Tuhan untuk menjadi pegangan kaum Muslimin dalam kehidupan beragama ialah ayat yang berbunyi:
Artinya: Tidak ada paksaan dalam agama (karena) sesungguhnya telah terang jalan yang benar dari jalan yang salah. Orang-orang yang tidak percaya kepada thagut (berhala, syaithan dan lain-lain) dari hanya percaya kepada Allah, bekerjsama dan telah berpegang kepada tali yang teguh dan tidak akan putus. Tuhan itu mendengar dan mengetahui". (Q.S. Al-Baqarah : 256).
Pada ayat tersebut di atas ditegaskan bahwa agama (Islam) tidak mengenal unsur-unsur paksaan. Hal ini berlaku mengenai cara, tindak laku, sikap hidup dalam segala keadaan dan bidang, dan dipandang sebagai satu hal yang pokok. Islam bukan saja mengajarkan supaya jangan melakukankekerasan atau paksaan, tapi diwajibkannya pula supaya seorang Muslim menghormati agama-agama lain dan menghargai pemeluk-pemeluknya dalam pergaulan.
Dari uraian di atas sanggup disimpulkan bahwa toleransi beragama merupakan prinsip yang dianjurkan Islam, dan sebaliknya fanatisme merupakan sikap yang tidak diajarkan dalam Islam. Sebab arti kata "Islam" sebagaimana diartikan oleh Mukti Ali ialah masuk dalam perdamaian, dan seorang muslim ialah orang yang membikin perdamaian dengan Tuhan dan dengan manusia.
Term fanatisme merupakan antonim (lawan kata) dari toleransi, dan kata toleransi dalam Webster's New American Dictionary", diartikan sebagai leberality toward the opinions of others; patience with others, " Maksudnya, memperlihatkan kebebasan (membiarkan) terhadap pendapat orang lain, dan berlaku sabar menghadapi orang lain. W.J.S. Poerwadarminta mengartikan toleransi itu dengan sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dsb) yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri, misalnya: agama (ideologi, ras, dan sebagainya) dalam arti suka rukun kepada siapapun, membiarkan orang beropini atau berpendirian lain, tak mau mengganggu kebebasan berpikir dan berkeyakinan lain. Demikian pula toleransi diartikan sebagai kesabaran, kelapangan dada.
Dengan demikian toleransi merupakan kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan dan sikap yang dimiliki oleh orang lain. Dalam literatur agama (Islam), toleransi disebut sebagai tasamuh artinya ialah sifat atau sikap menghargai, membiarkan, atau membolehkan pendirian (pandangan) orang lain yang bertentangan dengan pandangan kita.
Toleransi Beragama |
Dalam suatu hadis ditegaskan:
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: ―aku wasiatkan kepada kau sekalian semoga kau selalu bertakwa kepada Allah dan berlaku baik terhadap setiap muslim. Perangilah dengan nama Allah di jalan Allah setiap orang yang ingkar kepada Allah. Jangan kau berkhianat, jangan kanu berlaku kejam, dan jangan kau bunuh anak kecil, kaum perempuan maupun orang renta bangka. Jangan kau bunuh orang yang mengasingkan dirinya dalam kuilnya dan jangan kau rusak pohon kurma, pohon-pohon lainnya dan jangan kau hancurkan rumah. (H.R. al-Bukhari)
Sebagai prinsip metodologis, toleransi ialah penerimaan terhadap yang tampak hingga kepalsuannya tersingkap. Toleransi relevan dengan epistemologi. la juga relevan dengan etika sebagai prinsip mendapatkan apa yang dikehendaki hingga ketaklayakannya tersingkap. Toleransi ialah keyakinan bahwa keanekaragaman agama terjadi sebab sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinya, kondisi ruang dan waktunya berbeda, prasangka, cita-cita dan kepentingannya. Di balik keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif, agama fitrah Allah, yang mana insan lahir bersamanya sebelum akulturasi menciptakan insan menganut agama ini atau itu.
Dilihat dari perspektif agama, umur agama setua dengan umur manusia. Tidak ada suatu masyarakat insan yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Agama ada intinya merupakan aktualisasi dari kepercayaan perihal adanya kekuatan mistik dan supranatural yang biasanya disebut sebagai Tuhan dengan segala konsekuensinya. Atau sebaliknya, agama yang ajaran-ajarannya teratur dan tersusun rapi serta sudah baku itu merupakan perjuangan untuk melembagakan sistem kepercayaan, membangun sistem nilai kepercayaan, upacara dan segala bentuk aturan atau isyarat etik yang berusaha mengarahkan penganutnya mendapatkan rasa kondusif dan tentram.
Mengenai arti agama secara etimologi terdapat perbedaan pendapat, di antaranya ada yang mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : ―a berarti tidak dan ―gama berarti kacau, jadi berarti tidak kacau. Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasa Arab) dalam bahasa Eropa disebut ― religi”, religion (bahasa Inggris), la religion (bahasa Perancis), the religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasa Jerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit berarti undang-undang (hukum), sedang kata diin dalam bahasa Arab berarti menguasi, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.
Meskipun terdapat perbedaan makna secara etimologi antara diin dan agama, namun umumnya kata diin sebagai istilah teknis diterjemahkan dalam pengertian yang sama dengan ―agama. Kata agama selain disebut dengan kata diin sanggup juga disebut syara, syari’at/millah. Terkadang syara itu dinamakan juga addiin/millah. Karena aturan itu wajib dipatuhi, maka disebut addin dan sebab aturan itu dicatat serta dibukukan, dinamakan millah. Kemudian sebab aturan itu wajib dijalankan, maka dinamakan syara.
Dari pengertian agama dalam banyak sekali bentuknya itu maka terdapat bermacam-macam definisi agama. Harun Nasution telah mengumpulkan delapan macam definisi agama yaitu:
1. Pengakuan terhadap adanya kekerabatan insan dengan kekuatan mistik yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan mistik yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung legalisasi pada suatu sumber yang berada di luar diri insan dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan mistik yang menjadikan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laris yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan mistik yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada insan melalui seorang Rasul.
Adapun duduk kasus asal mula dan inti dari suatu unsur universal agama itu, tegasnya duduk kasus mengapakah insan percaya kepada suatu kekuatan yang dianggap lebih tinggi daripadanya, dan duduk kasus mengapakah insan melaksanakan banyak sekali hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari kekerabatan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para mahir pikir semenjak lama. Mengenai soal itu ada banyak sekali pendirian dan teori yang berbeda-beda. Teori-teori yang terpenting adalah:
a. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi itu terjadi sebab insan mulai sadar akan adanya faham jiwa.
b. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi itu terjadi sebab insan mengakui adanya banyak tanda-tanda yang tidak sanggup diterangkan dengan akalnya.
c. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia.
d. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi terjadi sebab kejadian-kejadian yang luar biasa dalam hidupnya, dan dalam alam sekelilingnya.
e. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi terjadi sebab suatu getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa insan sebagai akhir dari imbas rasa kesatuan sebagai warga masyarakatnya.
f. Teori bahwa kelakuan insan yang bersifat religi terjadi sebab insan menerima suatu firman dari Tuhan.
Setiap agama mempunyai kebenaran, keyakinan perihal yang benar itu didasarkan kepada Tuhan sebagai satu-satunya sumber kebenaran. Dalam tataran sosiologis, klaim kebenaran bermetamorfosis simbol agama ya ng dipahami secara subjektif oleh setiap pemeluk agama. Sering tampak ke permukaan yaitu terjadinya konflik antaragama sebagai akhir kesenjangan ekonomi, perbedaan kepentingan politik, ataupun perbedaan etnis.
Pluralitas insan mengakibatkan wajah kebenaran itu tampil beda dikala akan dimaknai dan dibahasakan. Sebab, perbedaan ini tidak sanggup dilepaskan begitu saja dari banyak sekali rujukan dan latar belakang yang diambil peyakin — dari konsepsi ideal turun ke bentuk-bentuk normatif yang bersifat kultural. Hal ini yang biasanya digugat oleh banyak sekali gerakan keagamaan (harakah) pada umumnya. Sebab, mereka mengklaim telah memahami,memiliki, dan bahkan menjalankan nilai-nilai suci itu secara murni dan konsekuen. Keyakinan tersebut menjadi legitimasi dari semua sikap pemaksaan konsep-konsep gerakannya kepada insan lain yang berbeda keyakinan dan pemahaman dengan mereka. Armahedi Mahzar sebagaimana dikutip Adeng Muchtar Ghazali menyebutkan bahwa absolutisme, eksklusivisme, fanatisme, ekstrimisme, dan agresivisme ialah "penyakit" yang biasanya menghinggapi aktifis gerakan keagamaan. Absolutisme adalahkesombongan intelektual; eksklusivisme adalah kesombongan sosial; fanatisme ialah kesombongan emosional; ekstremisme ialah berlebih-lebihan dalam bersikap; dan agresivisme ialah berlebih-lebihan dalam melaksanakan tindakan fisik. Tiga penyakit pertama adalah wakil resmi kesombongan (ujub). Dua penyakit terakhir ialah wakil resmi sifat berlebih-lebihan.
Toleransi merupakan salah satu tata pikir yang diajarkan oleh Islam, terutama toleransi mengenai beragama. Salah satu anutan Islam yang digariskan oleh Tuhan untuk menjadi pegangan kaum Muslimin dalam kehidupan beragama ialah ayat yang berbunyi:
Artinya: Tidak ada paksaan dalam agama (karena) sesungguhnya telah terang jalan yang benar dari jalan yang salah. Orang-orang yang tidak percaya kepada thagut (berhala, syaithan dan lain-lain) dari hanya percaya kepada Allah, bekerjsama dan telah berpegang kepada tali yang teguh dan tidak akan putus. Tuhan itu mendengar dan mengetahui". (Q.S. Al-Baqarah : 256).
Pada ayat tersebut di atas ditegaskan bahwa agama (Islam) tidak mengenal unsur-unsur paksaan. Hal ini berlaku mengenai cara, tindak laku, sikap hidup dalam segala keadaan dan bidang, dan dipandang sebagai satu hal yang pokok. Islam bukan saja mengajarkan supaya jangan melakukankekerasan atau paksaan, tapi diwajibkannya pula supaya seorang Muslim menghormati agama-agama lain dan menghargai pemeluk-pemeluknya dalam pergaulan.
Dari uraian di atas sanggup disimpulkan bahwa toleransi beragama merupakan prinsip yang dianjurkan Islam, dan sebaliknya fanatisme merupakan sikap yang tidak diajarkan dalam Islam. Sebab arti kata "Islam" sebagaimana diartikan oleh Mukti Ali ialah masuk dalam perdamaian, dan seorang muslim ialah orang yang membikin perdamaian dengan Tuhan dan dengan manusia.